Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mendesak jajaran Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) untuk meningkatkan agresivitas dalam perekaman data kependudukan. Targetnya, seluruh warga negara Indonesia dan siapa pun yang berdomisili di Tanah Air harus terdata dalam sistem nasional.
Saat ini, tingkat perekaman data kependudukan baru mencapai 97 persen dari total penduduk Indonesia. Angka tersebut dinilai masih perlu digenjot, terutama untuk menjangkau kelompok masyarakat yang selama ini sulit terakses.
Hal ini disampaikan Tito dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan Lembaga Pengguna 2025 di Pullman Jakarta Central Park, Selasa (9/12/2025). Rakornas tersebut turut dihadiri oleh Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Teguh Setyabudi, perwakilan Bank Dunia Jonathan Marskell, serta Kepala Dinas Dukcapil se-Jabodetabek.
“Harapan kita yang bisa terdata ya idealnya impian kita 100 persen warga negara Indonesia dan siapa pun yang tinggal di Indonesia dia terdata dalam server kita, itu target kita,” ujar Tito dalam keterangan tertulis, Rabu (10/12/2025).
Pendekatan Jemput Bola dan Identifikasi Warga
Tito meminta agar jajaran Dukcapil menyusun program percepatan pendataan yang lebih agresif. Ia menekankan pentingnya pendekatan “jemput bola” untuk mengidentifikasi warga negara maupun non-warga negara yang tinggal di Indonesia agar mendaftar.
Prioritas utama harus diberikan kepada kelompok masyarakat adat di pedalaman, masyarakat prasejahtera, hingga tunawisma yang tidak memiliki domisili tetap. Tito mengingatkan bahwa negara menjamin perlindungan bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk mereka yang rentan.
“Saya ingin agar lebih agresif untuk mengidentifikasi warga negara atau non-warga negara yang tinggal di Indonesia untuk mendaftar,” tegasnya.
Permudah Layanan Diaspora dan Perkuat Infrastruktur IT
Mendagri juga menyoroti kendala yang dihadapi Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri untuk memperpanjang dokumen kependudukan. Mereka kerap terpaksa pulang ke Indonesia, yang menimbulkan biaya tambahan.
Tito mengapresiasi kerja sama Dukcapil dengan perwakilan RI di luar negeri yang telah berupaya mempermudah layanan bagi diaspora. “Sedih kadang-kadang kalau misalnya mereka untuk memperpanjang KTP-nya, mereka harus pulang ke Indonesia. Berapa biayanya?,” ungkapnya.
Selain itu, penguatan infrastruktur teknologi informasi (TI) Dukcapil menjadi krusial. Mulai dari server, storage, bandwidth, hingga keamanan siber harus ditingkatkan.
“Tolong perkuat betul selain tata kelola adalah infrastruktur IT-nya,” pinta Tito. Ia menegaskan data kependudukan adalah aset strategis negara yang harus dilindungi karena menjadi basis penyusunan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) dan penyaluran bantuan sosial.
Layanan Adminduk untuk Korban Bencana
Di sisi lain, Tito memerintahkan jajaran Dukcapil untuk segera memberikan layanan administrasi kependudukan (adminduk) bagi korban banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Ia memastikan masyarakat terdampak bencana sangat membutuhkan layanan tersebut untuk berbagai keperluan.
“Menginstruksikan Ditjen Dukcapil untuk segera menurunkan tim ke daerah bencana guna memberikan pelayanan langsung,” tutup Tito.






