Berita

Surat Aceh ke PBB Picu Ragam Komentar: Mendagri Pelajari, Gubernur Tak Tahu, DPR Ingatkan Koordinasi

Advertisement

Pemerintah Provinsi Aceh mengirimkan surat permintaan bantuan kepada dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu United Nations Development Program (UNDP) dan United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF). Langkah ini memicu beragam tanggapan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah pusat hingga anggota dewan.

Alasan Permintaan Bantuan Internasional

Juru Bicara Pemerintah Provinsi Aceh, Muhammad MTA, membenarkan pengiriman surat tersebut. Ia menjelaskan bahwa pemilihan UNDP dan UNICEF didasari oleh pengalaman kedua lembaga tersebut dalam masa pemulihan dan rehabilitasi pengungsi pascabencana tsunami Aceh pada tahun 2004.

“Secara khusus Pemerintah Aceh secara resmi juga telah menyampaikan permintaan keterlibatan beberapa lembaga internasional atas pertimbangan pengalaman bencana tsunami 2004 seperti UNDP dan UNICEF,” kata Muhammad MTA dilansir detikSumut, Senin (15/12).

Saat ini, Aceh telah dibantu oleh 77 lembaga lokal, nasional, dan internasional, serta 1.960 relawan. Muhammad MTA menambahkan bahwa jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah. Ia menyampaikan apresiasi gubernur atas niat baik dan kontribusi yang diberikan demi pemulihan Aceh.

“Atas nama masyarakat Aceh dan korban, gubernur sangat berterima kasih atas niat baik dan kontribusi yang sedang mereka berikan demi pemulihan Aceh ini. Kehadiran lembaga dan relawan ini kita harapkan dapat terus memperkuat kerja-kerja kedaruratan dan pemulihan bencana yang sedang berlangsung oleh institusi pemerintahan seperti TNI, Polri, BNPP, BPBA Aceh, Basarnas, Pemerintah Kab/kota, ormas/OKP secara mandiri dan segenap masyarakat Aceh,” jelasnya.

Tanggapan Pemerintah Pusat dan Legislator

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan akan mempelajari surat permintaan bantuan tersebut. Ia mengaku belum membaca surat itu dan belum mengetahui bentuk bantuannya.

“Nanti kita pelajari,” kata Tito, dilansir Antara, Selasa (16/12). “Saya belum baca, saya belum tahu bentuk bantuannya seperti apa.”

Berbeda dengan pernyataan Mendagri, Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) mengaku tidak mengetahui adanya surat ke dua lembaga PBB tersebut. Ia menegaskan surat itu bukan dibuat oleh pemerintah Aceh, melainkan oleh LSM.

“Saya tidak mengerti, karena bukan kita yang buat. LSM yang buat,” kata Mualem kepada wartawan seusai penyerahan bantuan dari Menteri Sosial di Banda Aceh, dilansir detikSumut, Selasa (16/12).

Menanggapi hal ini, Muhammad MTA memberikan klarifikasi bahwa Pemerintah Aceh menyurati lembaga-lembaga yang ada di Indonesia, bukan langsung ke PBB. Ia mengakui surat ditujukan kepada Unicef dan UNDP karena kedua lembaga tersebut masih memiliki program di Aceh.

“Itu lembaga yang masih ada program di Aceh. Gubernur berharap mereka turut membantu pemerintah pusat untuk masalah penanganan bencana,” ujar MTA.

Advertisement

Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, menilai langkah Aceh sebagai inisiatif yang dapat dipahami, namun mengingatkan pentingnya koordinasi dengan pemerintah pusat.

“Kedua lembaga tersebut memiliki mandat kemanusiaan dan pengalaman panjang dalam membantu wilayah terdampak bencana. Namun penting ditegaskan bahwa setiap upaya kerja sama internasional tetap harus berada dalam kerangka koordinasi pemerintah pusat agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan maupun kesalahpahaman diplomatik,” ungkapnya.

Dave menekankan bahwa masyarakat Aceh yang terdampak bencana harus menjadi prioritas utama dan seluruh upaya harus diarahkan untuk pemulihan kehidupan warga.

Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, berharap surat tersebut tidak menjadi perdebatan. Ia berpendapat bahwa dalam kondisi bencana, siapapun boleh meminta bantuan dari mana saja, asalkan ada pemberitahuan dan penjelasan alasan yang tepat kepada pemerintah pusat.

“Tidak usah dijadikan perdebatan, yang penting satu nyawa lagi bisa tertolong adalah keharusan,” ungkap Dede Yusuf. “Asal ada pemberitahuan kepada pemerintah pusat, dan menjelaskan alasan yang tepat dibutuhkan saat ini. Karena itu bagian dari koordinasi dengan pusat.”

Anggota Komisi III DPR RI dapil Aceh, Nasir Djamil, menilai surat Aceh ke dua lembaga PBB adalah hal wajar dan tidak bermaksud menyudutkan pemerintah pusat. Ia menjelaskan bahwa UNDP dan UNICEF memang memiliki program tahunan di Aceh.

“Sebenarnya surat itu tidak ada yang luar biasa karena UNDP dan UNICEF itu setiap tahunnya punya program di Aceh. Karena itu, sangat wajar kalau Pemerintah Aceh menyurati kedua lembaga yang di bawah naungan PBB itu untuk membantu menanggulangi pascabencana di Sumatera dan Aceh khususnya,” kata Nasir Djamil.

Nasir menambahkan, permintaan bantuan tersebut murni atas dasar kemanusiaan dan bukan berarti pemerintah pusat tidak mampu menangani bencana.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, menegaskan bahwa pemerintah daerah (pemda) tidak memiliki kewenangan menjalin hubungan kerja sama luar negeri. Urusan luar negeri merupakan kewenangan absolut pemerintah pusat.

“Pemda tak memiliki kewenangan hubungan luar negeri. Urusan luar negeri merupakan kewenangan absolut pemerintah pusat,” kata Khozin. Ia menambahkan bahwa pemda hanya bisa menjadi pengusul kepada pemerintah pusat, sementara lembaga penentu adalah pemerintah pusat, dalam hal ini BNPB.

Advertisement