Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta, melontarkan kritik pedas terhadap pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, yang menyebut bencana banjir di Sumatera hanya terasa mencekam di media sosial. Menurut Sukamta, ucapan tersebut sangat kekanak-kanakan dan menunjukkan sikap amatiran.
Kritikan ini disampaikan Sukamta dalam rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025). Ia menyoroti bagaimana pejabat publik bisa mengeluarkan pernyataan yang terkesan meremehkan dampak bencana.
“Jadi, ada semacam mungkin jugastatementdari pejabat publik yang terlalu amatiran menurut saya. Jadi, menganggap ‘oh ternyata bencananya tidak seperti di medsos ya, itu cuma rame di medsos, oh ternyata besar ya’,” ujar Sukamta, Senin. Ia menambahkan, “Lho, dia orang yang paling bertanggung jawab dalam penanganan bencana, tapistatement-nya kekanak-kanakan dan amatiran.”
Menurut Sukamta, pernyataan tersebut berpotensi memperkuat persepsi publik yang mulai kehilangan kepercayaan terhadap negara, terutama pasca-demonstrasi yang terjadi pada Agustus 2025. Hal ini dapat menciptakan citra bahwa negara tidak hadir dalam penanganan bencana.
Lebih lanjut, Sukamta menilai, insiden ini menunjukkan bahwa literasi digital belum sepenuhnya meresap, bahkan di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga pejabat publik. Ia menganggap ini sebagai pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintah.
“Ini menandakan bahwa literasi digital kita belum selesai bahkan terhadap pejabat maupun ASN. Nah, saya kira ini juga bagian yang menjadi PR kita, Bu Menteri (Meutya Hafid), kalau ini dibiarkan terus bergulir, saya khawatir ini akan membuat situasi itu menjadi berbahaya,” tegasnya.
Sukamta juga mengamati bahwa komentar negatif di media sosial yang ditujukan kepada negara kini tidak lagi murni digerakkan oleh pengguna, melainkan banyak dibantu oleh robot atau bot. Ia mencontohkan kemunculan kembali seruan pembubaran DPR dan desakan pengesahan RUU Perampasan Aset pasca-narasi ketidakhadiran negara dalam penanganan bencana.
“Serangan ke DPR hari ini, bukan kemarin dulu, itu mulai muncul kembali, seruan pembubaran DPR, tagih RUU Perampasan Aset agar segera dibahas, disahkan seterusnya. Nah, kami menengarai serangan-serangan medsos ini mayoritas pakai robot,” beber Sukamta.
Oleh karena itu, Sukamta menekankan pentingnya pengambilan kebijakan publik tidak hanya berlandaskan data, tetapi juga harus memperhatikan isu dan percakapan yang berkembang di media sosial. Pemerintah juga perlu bertindak tegas terhadap buzzer politik yang dinilai telah mengorganisir diri menjadi sebuah industri.
“Kalau cara kita menangani itu masih sporadik sektoral, Komdigi saja, terus BSSN jalan sendiri, polisi jalan sendiri, saya khawatir kita akan kalah lagi. Apalagi, kalau kita penanganannya selain sporadik juga kadang-kadang tidak sistematis. Yang kita lihat misalnya penanganan hukum hanya menyasar pengguna individu levelnya level hilir,” ujar Sukamta.
Sebelumnya, Kepala BNPB Suharyanto sempat menepis informasi yang beredar di media sosial mengenai keparahan dampak banjir di Sumatera pada Jumat (28/11/2025). “Memang kemarin kelihatannya mencekam karena berseliweran di media sosial, tetapi begitu kami tiba langsung di lokasi, banyak daerah yang sudah tidak hujan. Yang paling serius memang Tapanuli Tengah, tetapi wilayah lain relatif membaik,” kata Suharyanto saat konferensi pers.
Dua hari berselang, Suharyanto menyampaikan permohonan maaf atas kekeliruannya dalam menilai dampak banjir Sumatera. “Nah, Tapsel ini saya surprise begitu ya, saya tidak mengira sebesar ini. Saya mohon maaf, Pak Bupati,” ucap Suharyanto usai meninjau lokasi terdampak banjir di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dikutip dari siaran Kompas TV, Minggu (30/11/2025).






