Presiden Prabowo Subianto terus menunjukkan manuver politik luar negeri yang signifikan sejak dilantik pada 20 Oktober 2024. Setelah serangkaian kunjungan ke negara tetangga dan menghadiri Sidang Umum PBB, Indonesia kini resmi menandatangani perjanjian kerja sama dengan Eurasian Economic Union (EAEU) pada Minggu, 21 Desember 2025.
Penandatanganan Indonesia-Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (Indonesia-EAEU FTA) tersebut berlangsung di St. Petersburg, Rusia, di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Uni Ekonomi Eurasia. Keputusan Presiden Prabowo ini menarik perhatian, mengingat perjanjian tersebut diteken di tengah eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Mengenal Eurasian Economic Union (EAEU)
EAEU merupakan organisasi ekonomi regional yang beroperasi di kawasan Eurasia. Resmi berdiri pada 1 Januari 2015 di Astana, Kazakhstan, melalui penandatanganan Treaty on the Eurasian Economic Union, EAEU beranggotakan lima negara: Armenia, Belarus, Kazakhstan, Kirgizstan, dan Rusia.
Tujuan utama EAEU adalah meningkatkan daya saing pasar negara anggotanya melalui kerja sama ekonomi, serta mendorong pembangunan stabil untuk meningkatkan taraf hidup. Organisasi ini memfasilitasi perdagangan bebas antaranggota, penyatuan regulasi dan standar ekonomi, serta stabilitas ekonomi regional.
Faktor Penentu Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Keputusan Indonesia untuk menjalin kerja sama dengan EAEU dapat dianalisis menggunakan kerangka faktor penentu keputusan luar negeri yang dikemukakan oleh Howard Lentner. Menurut Lentner, kebijakan luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh dua kategori utama: faktor luar negeri dan faktor domestik.
Faktor luar negeri mencakup sistem internasional dan pola interaksi antarnegara. Sistem internasional merujuk pada pengaruh tindakan negara maju terhadap kebijakan negara berkembang. Sementara itu, pola interaksi mengindikasikan bahwa kebijakan luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh tindakan sekutu maupun lawan.
Di sisi lain, faktor domestik dibagi menjadi tiga: sangat stabil, stabil, dan tidak stabil. Faktor sangat stabil meliputi geografi, lokasi, bentuk daratan, iklim, populasi, dan sumber daya alam, yang berubah dalam jangka panjang namun dapat diprediksi. Faktor stabil mencakup budaya politik, gaya politik, kepemimpinan politik, dan proses politik, yang berubah lebih cepat tetapi masih dapat diprediksi. Terakhir, faktor tidak stabil berisi elemen yang berubah cepat dan sulit diprediksi, seperti sikap dan persepsi jangka panjang serta faktor ketidaksengajaan.
Perang Dagang dan Manuver Sekutu Dorong Kerja Sama EAEU
Dari perspektif faktor luar negeri, kebijakan Indonesia bekerja sama dengan EAEU dipicu oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan China, serta manuver politik negara-negara sekutu Indonesia.
Dalam konteks sistem dunia, terjadi pergeseran kekuatan di mana dominasi Amerika Serikat sebagai negara adidaya kini ditantang oleh kebangkitan China. Pergeseran ini termanifestasi dalam perang dagang yang intens antara kedua raksasa ekonomi tersebut. Situasi ini menempatkan Indonesia pada posisi yang mengharuskan untuk mengambil langkah strategis agar tidak terseret dalam konflik dagang tersebut. Kerja sama dengan salah satu pihak yang berseteru dinilai sangat berisiko, sehingga mendorong Indonesia mencari pasar alternatif yang lebih aman. EAEU dipandang sebagai pasar baru yang menjanjikan, menawarkan alternatif dari pasar Amerika Serikat dan China yang sedang bergejolak.
Selain itu, faktor pola interaksi antarnegara juga berperan, terutama dengan adanya kerja sama antara ASEAN dan Vietnam dengan EAEU. ASEAN telah memulai pembicaraan dengan negara-negara di kawasan Eurasia sejak 2013, bahkan saat EAEU masih bernama Eurasian Economic Commission (EEC). Pembicaraan ini berlanjut hingga penandatanganan Memorandum of Understanding (MOU) antara ASEAN dan EAEU pada 14 November 2018. Vietnam sendiri telah lebih dulu menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan EAEU pada 29 Mei 2015.
Keterlibatan sekutu Indonesia, seperti ASEAN dan Vietnam, dalam kerja sama dengan EAEU, memperkuat opsi bagi Indonesia untuk mengikuti langkah serupa. Langkah ini juga memperkuat citra Indonesia di mata negara sekutu sebagai negara yang konsisten menjunjung prinsip bebas-aktif dan mengedepankan kerja sama demi kepentingan nasional.
Kepentingan Ekonomi Nasional Terpenuhi Melalui EAEU FTA
Faktor domestik juga memegang peranan penting dalam keputusan Indonesia menandatangani Indonesia-EAEU FTA, terutama dalam memenuhi kepentingan nasional. Kepentingan nasional suatu negara sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor domestik yang dimilikinya.
Faktor domestik yang sangat stabil, seperti sumber daya alam (SDA) Indonesia, dapat dimanfaatkan secara optimal melalui Indonesia-EAEU FTA untuk menjaga keamanan ekonomi negara. Kelapa sawit, sebagai salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia, akan mendapatkan akses pasar Eurasia yang lebih luas. Melalui regulasi bebas tarif, produk olahan kelapa sawit asal Indonesia dapat dijual dengan harga yang lebih kompetitif.
Selain ekspor SDA, kebutuhan impor Indonesia juga dapat terpenuhi berkat perjanjian ini. Indonesia berpotensi membeli komoditas vital seperti gandum, batu bara, dan pupuk dengan harga yang lebih terjangkau dari negara-negara anggota EAEU. Selain itu, investasi dari negara-negara EAEU ke industri lokal diperkirakan akan meningkat, mendorong inovasi dan daya saing industri domestik di pasar global. Kemudahan ekspor-impor serta masuknya investasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjamin keamanan ekonomi Indonesia.
Kesimpulan: Strategi Prabowo Penuhi Kepentingan Nasional
Penandatanganan Indonesia-EAEU FTA oleh pemerintah Indonesia bukanlah tindakan tanpa pertimbangan. Kebijakan luar negeri yang diambil Presiden Prabowo Subianto ini didasari oleh perhitungan matang yang melibatkan faktor luar negeri dan domestik.
Melalui kerja sama Indonesia-EAEU FTA, kepentingan nasional Indonesia untuk menjaga keamanan ekonomi, menghindari dampak perang dagang, dan mempertahankan citra positif di kancah internasional diharapkan dapat tercapai. Dengan demikian, kebijakan luar negeri ini secara fundamental berlandaskan pada pemenuhan kepentingan nasional Indonesia.




