Internasional

Sritex Pailit dan 5 Pabrik Tekstil Lain Tumbang, Ribuan Pekerja Terkena PHK Sepanjang 2025

Tahun 2025 menjadi periode yang amat sulit bagi industri tekstil Indonesia. Gempuran produk impor, gejolak global, serta kebijakan perang tarif dan konflik di Timur Tengah, menjadi tekanan besar yang memicu deindustrialisasi sektor ini. Puncaknya, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex, salah satu pabrik tekstil terbesar di Indonesia, dinyatakan pailit, diikuti oleh tumbangnya lima pabrik tekstil lainnya.

Kondisi ini menyebabkan ribuan pekerja di sektor tekstil harus kehilangan pekerjaan. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli sempat mengungkapkan bahwa lebih dari 11.000 pekerja Sritex terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat situasi tersebut.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Kronologi Pailitnya Sritex

Perjalanan Sritex menuju kepailitan bermula dari putusan Pengadilan Niaga Semarang yang mengabulkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari penggugat CV. Prima Karya pada Januari 2022. Hampir tiga tahun berselang, tepatnya pada Oktober 2024, Pengadilan Niaga kembali memutuskan untuk mengabulkan permohonan pailit yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon.

Manajemen Sritex sempat mengajukan kasasi dua bulan kemudian, namun Mahkamah Agung menolak permohonan tersebut. Di awal tahun 2025, upaya Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung juga ditolak, mengukuhkan status pailit perusahaan.

Menaker Yassierli menyatakan, “Sejak adanya putusan pailit, kemudian adanya putusan dari Mahkamah Agung (MA) untuk menolak permohonan-pemohon waktu itu terkait dengan kasasi, yang kita lakukan itu adalah mendorong going concern.”

Adapun perusahaan Sritex Group yang dinyatakan pailit meliputi PT Sri Rejeki Isman Tbk di Sukoharjo, PT Primayuda Mandirijaya di Boyolali, PT Sinar Pantja Djaja di Semarang, serta PT Bitratex Industries di Semarang.

Ribuan Pekerja Sritex Terkena PHK

Pemutusan hubungan kerja massal di Sritex terjadi secara bertahap. PHK pertama menimpa 340 pekerja pada Agustus 2024, disusul 1.081 pekerja pada Januari 2025. Puncak PHK terjadi pada 26 Februari 2025, yang mengenai 9.604 orang, sehingga total pekerja yang terkena PHK mencapai 11.025 orang.

Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo, Sumarno, menjelaskan proses PHK tersebut. “Setelah dilakukan perundingan, sudah menemui titik temu. Yang intinya PHK, setelah diputuskan tanggal 26 Februari PHK, namun untuk bekerja sampai tanggal 28, sehingga off tanggal 1 Maret. Puasa awal sudah berhenti total (PT Sritex) ini jadi kewenangan kurator,” kata Sumarno kepada awak media di Menara Wijaya Setda Sukoharjo, Kamis (27/2/2025), dikutip dari detik.com.

Sumarno menambahkan bahwa sekitar 8.400 data karyawan Sritex terkena PHK. Urusan gaji dan pesangon kini menjadi tanggung jawab kurator, sementara jaminan hari tua menjadi kewenangan BPJS Ketenagakerjaan. Disperinaker Sukoharjo juga telah menyiapkan sekitar 8.000 lowongan pekerjaan baru di perusahaan lain di Kabupaten Sukoharjo. “Sudah lepas (tanggung jawab Sritex). Perusahaan itu sudah jadi milik kurator,” tegasnya.

Mantan Direksi Sritex Terseret Kasus Korupsi dan TPPU

Di tengah cobaan pailit, mantan direksi Sritex juga menghadapi masalah hukum. Pada pertengahan September 2025, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Direktur Utama PT Sritex Tbk, Iwan Setiawan Lukminto (ISL), dan Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

“Memang terkait penanganan perkara Sritex, terhadap inisial IKL dan ISL sudah ditetapkan, dikenakan pasal TPPU-nya per 1 September oleh penyidik,” ujar Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna kepada media, Jumat (12/9/2025).

Sebelumnya, Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), yang juga Presiden Direktur PT Sritex Group Indonesia atau Mantan Wakil Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi yang merugikan negara senilai Rp 1,08 triliun. Penetapan ini dilakukan oleh Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) terkait pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten serta PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman, Tbk dan entitas anak usahanya.

“Tersangka IKL tersebut ditetapkan karena ditemukan alat bukti yang cukup telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten serta PT Bank DKI Jakarta kepada PT Sri Rejeki Isman,” tulis Anang Supriatna dalam keterangan resminya.

Peran Iwan sebagai Wakil Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk periode 2012 hingga 2023 diduga melanggar hukum, antara lain menandatangani surat permohonan kredit modal kerja dan investasi kepada Bank Jateng pada 2019 yang tidak sesuai peruntukannya. Ia juga menandatangani akta perjanjian kredit dengan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk pada 2020 yang disadari peruntukannya tidak sesuai, serta menandatangani beberapa surat permohonan penarikan kredit ke Bank BJB pada 2020 dengan melampirkan invoice dan faktur fiktif. Akibat perbuatannya, negara diperkirakan merugi Rp1.088.650.808.028.

5 Pabrik Tekstil Lain Tumbang, 3.000 Pekerja Kena PHK

Selain Sritex, lima pabrik tekstil lain juga mengalami nasib serupa, menambah daftar panjang perusahaan yang tumbang di tahun 2025. Kelima perusahaan tersebut adalah:

  • PT Polychem Indonesia (memproduksi tekstil di Karawang)
  • PT Polychem Indonesia (di Tangerang)
  • PT Asia Pacific Fibers (memproduksi serat poliester di Karawang)
  • PT Rayon Utama Makmur (bagian dari Sritex Group, memproduksi serat rayon)
  • PT Susilia Indah Synthetics Fiber Industries (Sulindafin) (memproduksi serat & benang poliester di Tangerang)

Penutupan lima perusahaan ini diperkirakan menyebabkan pemutusan hubungan kerja terhadap sekitar 3.000 pekerja. Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Farhan Aqil Syauqi, menjelaskan penyebabnya. “Tutupnya 5 perusahaan tersebut disebabkan kerugian serius akibat penjualan yang tidak maksimal di pasar domestik. Banjirnya produk impor dengan harga dumping berupa kain dan benang jadi faktor utama tutupnya perusahaan ini,” ungkap Farhan dalam keterangan tertulisnya.

Kabar Baik: Eks Pekerja Sritex Mulai Dapatkan Pekerjaan Baru

Di tengah kabar suram, ada secercah harapan bagi mantan pekerja Sritex. Setelah tujuh bulan menghadapi masa sulit, sebanyak 1.300 eks pekerja pabrik tekstil asal Sukoharjo ini kini telah mendapatkan pekerjaan baru di sejumlah perusahaan.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah, Ahmad Aziz, menjelaskan, “Kalau keseluruhan memang belum semua (bekerja kembali). Tapi sebagian sudah, 1.000-1.300 orang sudah bekerja di PT Citra Busana Sejahtera, yang menyewa gedung di Sritex. Mereka sudah mulai bekerja sejak sekitar bulan Mei. Ada juga sebagian, sekitar 200-an yang sudah bekerja di perusahaan sekitar itu,” kata Aziz kepada CNBC Indonesia, Minggu (26/10/2025).

Pihaknya juga terus mengawal pemenuhan hak-hak eks pekerja Sritex, termasuk pesangon dan THR tahun 2025. Disnakertrans Jawa Tengah bersama Disnaker Sukoharjo terus menyiapkan lowongan kerja yang bisa diakses, baik di perusahaan sejenis maupun sektor lain. Para pencari kerja, termasuk eks pekerja Sritex, dapat mengakses informasi lowongan kerja melalui situs web “Ayo Kerjo” yang disiapkan Pemprov Jawa Tengah.

“Mereka tinggal akses. Kalau butuh pelatihan, ada BLK yang digelar kabupaten, provinsi, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnakes), juga tersebar di Solo sampai Semarang. BLK ini gratis, baik yang digelar pemerintah provinsi, kabupaten, sampai pusat. Mereka bisa akses di Ayo Kerjoa atau di portal maupun media online Disnaker yang lain juga tersedia informasinya. Tinggal pilih, paket pelatihannya selalu ada rutin,” beber Aziz.

Selain itu, Disnaker juga rutin menggelar pameran bursa kerja. “Disnaker Sukoharjo juga sering melakukan job fair. Bulan lalu ada job fair di Sukoharjo. Kami (Disnaker Jawa Tengah) juga menggelar job fair yang diikuti 40 perusahaan di bulan Agustus lalu,” tambah Aziz.

Duniatex Bangkit di Tengah Keterpurukan Industri

Meski tahun 2025 diwarnai kabar redupnya kejayaan Sritex dan pabrik lainnya, Duniatex, salah satu perusahaan tekstil di Indonesia, berhasil bangkit dan berekspansi. Setelah mengalami masa sulit saat pandemi Covid-19, Duniatex kini menambah jumlah karyawan baru lebih dari 5.000 orang.

Direktur Duniatex Group, Yohanes Hendrawan, menyatakan, “Penambahan karyawan baru ini adalah bagian dari komitmen Duniatex untuk mendukung kebangkitan kembali industri tekstil nasional sekaligus berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja. Terima kasih kepada pemerintah, para mitra bisnis, karyawan dan berbagai stakeholder terkait yang terus mendukung Duniatex agar mampu bertahan menghadapi berbagai situasi yang sangat dinamis ini.”

Pada Mei 2025, jumlah karyawan Duniatex Group mencapai sekitar 18 ribu orang, meningkat signifikan dari periode pandemi Covid-19 (2019-2022) yang sekitar 13 ribu karyawan. Duniatex terpaksa mengurangi karyawan saat pandemi demi keberlangsungan bisnis akibat produksi yang turun dan pemasaran yang terganggu.

“Duniatex akan terus mengambil inisiatif dan melakukan berbagai inovasi mengingat industri tekstil sangat strategis dan selalu menjadi sumber penciptaan lapangan kerja di Indonesia,” ucap Yohanes.

Saat ini, Duniatex telah menjadi pabrik pemintalan terbesar di Indonesia dengan jumlah spindel lebih dari 2 juta. Perusahaan ini memproduksi berbagai jenis benang dan kain untuk memenuhi kebutuhan industri tekstil baik di dalam maupun luar negeri. “Standar produksi kami adalah pasar global dan itu yang menjadi acuan setiap produk Duniatex selama bertahun-tahun. Harapan kami industri tekstil nasional dapat terus bertumbuh, sehingga pelaku usaha seperti Duniatex ini dapat berkontribusi lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya melalui optimalisasi penggunaan produk tekstil dalam negeri,” tutup Yohanes.

Mureks