Meninggalnya seorang sopir truk sampah Jakarta Selatan akibat kelelahan memicu tuntutan para pekerja agar disediakan fasilitas istirahat memadai di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Kejadian ini menyoroti kondisi kerja yang berat dan berisiko bagi para sopir.
Yudi, sopir truk sampah yang bertugas di Jakarta Selatan, meninggal pada Jumat (5/12/2025) setelah tiga hari berturut-turut mengantre giliran membuang sampah dari Jagakarsa. Setiap hari, ia menghabiskan delapan jam untuk mengantre, ditambah minimnya waktu istirahat yang memicu kelelahan ekstrem.
“Kami sih mintanya fasilitas istirahat. Kalaupun bisa dia (sopir) sudah merasa lelah, walaupun belum buang muatan, dia minggir, dia istirahat,” ujar Fauzan (bukan nama sebenarnya), salah satu sopir truk sampah, di Jakarta Selatan, Minggu (7/12/2025).
Para sopir juga berharap TPST Bantargebang dilengkapi dengan pusat pemeriksaan kesehatan. Pekerjaan yang seringkali mengharuskan mereka berada di lapangan melebihi jam kerja normal kerap membuat mereka jatuh sakit, seperti yang dialami Yudi.
Fauzan menjelaskan bahwa Yudi berangkat dari Lubang Buaya, Jakarta Timur sejak pagi buta menuju pool truk sampah Sudin Lingkungan Hidup Jakarta Selatan, sebelum kemudian menjemput sampah di Jagakarsa. Ia menambahkan bahwa Yudi adalah tipe orang yang jarang mengeluh soal kesehatan dan cenderung menyimpan rasa sakit agar tidak membebani orang lain.
“Salah satu hal harapannya itu tadi adanyacheck pointuntuk pemeriksaan kesehatan, dimana mereka sudah-sudah merasa sampai masuk Bantargebang itu ada sesuatu yang dirasa jadi bisa langsung dicek,” kata Fauzan, merujuk pada pentingnya akses medis cepat bagi sopir saat bertugas.
Selain fasilitas kesehatan, para sopir juga meminta peningkatan pelayanan di TPST Bantargebang, khususnya pada zona pembuangan dan akses jalan. Beberapa titik jalan dilaporkan dalam kondisi berlubang dan curam.
“Jalan menuju Zona Buang 4 cenderung berundak karena terdorong oleh tumpukan sampah yang terus ditekan ke bawah. Karena kondisi jalankan ngedorong ini (beton jalan) secara fisika. Yang tadinya coran tebelnya sampai 22 cm, ngangkat ya dia, karena bawahnya ngedorong ngangkat miring,” jelas Fauzan mengenai kondisi jalan yang membahayakan.
Kondisi jalan yang buruk ini kerap membuat truk yang melintas terjungkal, baik ke samping maupun ke belakang. Fauzan menyatakan bahwa permintaan perbaikan jalan telah disampaikan berulang kali kepada pimpinan, namun perbaikan yang dilakukan sifatnya hanya sementara dan tidak bertahan lama.
“Biasanya ditindak lanjut, tapi bertahan sebentar. Ini diperbaiki, baiknya sebulan, tapi rusaknya bisa berbulan-bulan,” keluhnya.





