Kematian Yudi (51), sopir truk sampah asal Jagakarsa, kembali menyoroti isu lama yang belum terselesaikan di Tempat Pembuangan Sampir Terpadu (TPST) Bantargebang. Akumulasi kelelahan akibat lembur berhari-hari, antrean bongkar muat yang tak kunjung usai, serta minimnya fasilitas menjadi pekerjaan rumah besar yang terus memakan korban.
Yudi dilaporkan meninggal pada Jumat (5/12/2025) setelah tiga hari bekerja nyaris tanpa istirahat. “Jadi itu dia akumulasi kelelahan karena waktu kerjanya bisa lebih dari yang dikontrakkan delapan jam,” ujar Fauzan, rekan sesama sopir, kepada Kompas.com di Jakarta Selatan, Minggu (7/12/2025).
Setiap hari, Yudi memulai aktivitasnya sebelum subuh. Ia berkeliling menjemput sampah di beberapa titik Jagakarsa mulai pukul 05.00 WIB hingga 10.00 WIB. Setelah itu, perjalanan menuju Bantargebang memakan waktu satu jam.
Antrean Panjang Makan Waktu
Masalah utama justru terjadi saat tiba di TPST Bantargebang. Struk pembongkaran menunjukkan Yudi baru bisa keluar dari lokasi tersebut pada pukul 19.24 WIB, setelah delapan jam mengantre. “Sampai sana 11.24 WIB, baru keluar jam 19.04 WIB, kurang lebih delapan jam,” kata Fauzan merinci.
Karena kelelahan yang luar biasa, Yudi memilih beristirahat di sebuah pom bensin yang sering dijadikan tempat singgah para sopir. Namun, waktu istirahat singkat itu tidak cukup menyelamatkannya. Satu jam sebelum ia dijadwalkan kembali bekerja, Yudi mendadak kejang di sebuah warung nasi.
Ia segera dilarikan ke RS Karya Medika, namun nyawanya tidak tertolong. Dokter menyatakan penyebabnya adalah gangguan jantung yang diduga muncul akibat pola kerja yang sangat berat. “Kalau kami orang awam bilangnya itu angin duduk, memicu kerja jantung jadi enggak normal,” jelas Fauzan.
Bukan Kasus Pertama
Kematian Yudi bukanlah insiden yang berdiri sendiri. Sekitar dua bulan sebelumnya, seorang sopir truk sampah dari Jakarta Utara juga meninggal dunia setelah mengeluhkan sakit. “Bedanya dia sempat pulang, meninggal juga,” ujar Candra, sopir lainnya.
Antrean panjang di Bantargebang menjadi akar masalah kelelahan para sopir. Kondisi jalan menuju zona pembuangan yang rusak dan bergelombang akibat tumpukan sampah, ditambah cuaca buruk, semakin mempersulit akses. “Kendaraan yang datang tiap 10 menit, sedangkan yang dibongkar lama, faktor cuaca, kondisi jalan, kondisi zona buangnya,” terang Fauzan.
Waktu tunggu yang idealnya hanya 2-3 jam kini tidak pernah tercapai sejak tahun 2016. “Enggak pernah nyentuh ke angka normal lagi, paling cepat 4–5 jam,” ungkapnya. Dalam kondisi cuaca ekstrem, durasi kerja sopir bahkan bisa mencapai 20 jam sehari, terutama saat terjadi banjir atau longsoran gunungan sampah.
Harapan Pembenahan Infrastruktur
Kematian Yudi kembali memicu tuntutan para sopir agar TPST Bantargebang dibenahi secara serius. Perbaikan infrastruktur yang pernah dilakukan dinilai hanya bersifat sementara. “Dibenerin nih, paling hanya bertahan sebulan-dua bulan. Rusaknya berbulan-bulan,” keluh Fauzan.
Jalan berlubang dan akses yang terus terdesak oleh tekanan sampah tidak hanya menghambat, tetapi juga mengancam keselamatan para sopir. “Mobil ada muatan harus lewat sini, kalau supir gelagapan, itu yang saya bilang infrastruktur… harus dibenahi,” tegasnya.
Para sopir juga menyuarakan harapan agar disediakan tempat istirahat yang layak dan pos pemeriksaan kesehatan di dalam area Bantargebang. Keberadaan fasilitas kesehatan dinilai krusial untuk mencegah terulangnya insiden serupa. “Begitu sampai masuk Bantargebang, bisa langsung dicek,” tutupnya.
Tanggapan Gubernur DKI Jakarta
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan telah menerima laporan langsung mengenai insiden meninggalnya sopir truk sampah tersebut dari Wali Kota Jakarta Selatan. “Saya mendapatkan laporan langsung dari Pak Wali Kota Jakarta Selatan mengenai hal tersebut. Memang yang bersangkutan juga pun terindikasi ada penyakit jantung,” ujar Pramono saat meninjau pembangunan tanggul di Muara Baru.
Pramono memastikan bahwa keluarga Yudi telah menerima santunan. Ia menegaskan hak-hak almarhum harus dipenuhi secara maksimal mengingat kejadian tersebut terjadi saat Yudi sedang bertugas. “Dan saya sudah meminta karena dia sedang bekerja kemudian meninggal dunia untuk diberikan santunan yang maksimal. Sudah ditangani itu, saya kebetulan memonitor,” kata Pramono.






