Monumen Nasional (Monas) kembali riuh rendah pada Sabtu (27/12/2025), sehari sebelum Minggu terakhir di bulan Desember. Kawasan ikonik di jantung Ibu Kota itu dipadati ribuan pengunjung yang memanfaatkan momen libur panjang Natal. Keluarga, pasangan, hingga rombongan teman tumpah ruah menikmati suasana. Anak-anak berlarian di taman, sementara sebagian lainnya asyik mengabadikan momen di depan ornamen Natal yang gemerlap.
Di tengah hiruk pikuk tawa dan jepretan kamera, gelembung-gelembung bening beterbangan di udara, memantulkan cahaya lampu taman sebelum akhirnya pecah satu per satu. Di balik setiap gelembung itu, ada Agung (18), seorang penjual balon gelembung yang gigih meraup rezeki di tengah keramaian Monas.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Meraup Untung di Tengah Keramaian
Libur panjang Natal memang membawa berkah tersendiri bagi pedagang kecil seperti Agung. Tak jauh dari kerumunan, ia menawarkan balon gelembung seharga Rp 10 ribu. Sebuah tawaran sederhana, namun cukup menarik perhatian anak-anak yang berlarian.
“Ya kesibukan saya jualan balon di sini,” kata Agung saat ditemui di kawasan Monas, Jakarta Pusat. Ia menjelaskan bahwa lokasi jualannya tidak selalu di Monas. “Biasanya jualan ya kalau di sini lagi liburan di Monas, kadang-kadang di dekat Stasiun Kota gitu,” tambahnya.
Bagi Agung, perbedaan antara hari biasa dan libur panjang sangat terasa. Keramaian pengunjung berbanding lurus dengan pundi-pundi rupiah yang ia bawa pulang. “Perbedaannya lebih baik kayak hari weekend kayak gini ya. Ramailah gitu, apalagi banyak anak kecil tadi tuh. Pendapatan saya kalau lagi liburan paling mentok-mentok 500 kalau nggak 600 (ribu),” ungkapnya.
Sebaliknya, hari-hari biasa jauh lebih sepi. Pendapatan yang ia peroleh menjadi sumber utama penghidupannya. “Kalau hari biasa tuh ya paling kecil-kecilnya 200, 100 ribu lah. Paling kecil banget ya 50 ribu,” tutur Agung.
Bertahan Hidup dari Balon Gelembung
Di usianya yang masih belia, 18 tahun, Agung sudah tidak lagi mengenyam bangku sekolah. Ia mengaku terakhir bersekolah saat akan naik ke kelas 2 SMA. Keputusan ini diambil demi membantu keluarganya.
“Kalau saya sudah enggak sekolah, saya cuma kayak bantu ayah aja buat bayar listrik, buat makan, ya gitu buat sehari-hari,” ucapnya lirih.
Agung menceritakan, balon gelembung yang ia jual awalnya diambil dari Pasar Pagi. Keuntungan yang didapat pun cukup besar. “Kalau saya ambilnya tuh dari Pasar Pagi. Terus saya jualan sendiri gitu,” jelasnya.
Ia merinci modal dan keuntungannya. “Bersihnya kita ini aja, ambil modal dulu ya. 60 (ribu) kan modalnya itu sudah satu boks. Nah itu untungnya itu satu boksnya kan isinya 24, kita jual 10 ribuan. Untungnya itu ya lumayan banyaklah kita jual,” sambungnya.
Pilihan untuk berjualan balon gelembung bukan tanpa alasan. Sebelumnya, Agung sudah pernah berdagang telur gulung sejak berusia 8 tahun. “Ya karena gini ya, saya kan pernah jualan telur gulung di Kota. Terus sudah penuh nih nggak ada tempat, ya saya mikir lagi supaya bisa buat menyambung hidup, jualan apa ya. Kepikir-pikir eh tiba-tiba ke balon,” ujarnya sembari tersenyum.
Namun, di balik senyum yang ia tunjukkan saat melayani pembeli, Agung menyimpan secercah cerita pahit dari masa lalunya sebagai pedagang. “Kalau saya itu membekas mah ada sih kayak sakit hati sama orang. Terus orang itu kayak jelekin saya tentang telur gulung saya, katanya pakai air inilah air itulah gitu. Padahal air saya itu air bersih gitu,” tuturnya dengan nada sedih.
Di tengah keramaian libur Natal dan gemerlap lampu di Monas, gelembung-gelembung bening itu terus beterbangan. Rapuh dan singkat, namun menjadi simbol ketahanan dan sumber penghidupan bagi Agung dan keluarganya.






