Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, menyoroti praktik pembalakan liar hutan dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit di perbukitan sebagai pemicu utama bencana banjir dan longsor di wilayahnya. Ia mendesak penegakan hukum untuk memberikan efek jera kepada para pelaku.
Masinton mengungkapkan, dua desa di Tapanuli Tengah menjadi perhatian serius karena disinyalir marak praktik ilegal tersebut. “Dan juga selama ini ada dua desa yang itu menjadi atensi kita, karena selama ini terjadi perubahan alih fungsi di desa tersebut, alih fungsi lahan,” ucap Masinton di Polres Tapanuli Tengah, Sabtu (27/12/2025).
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Ia menjelaskan, banyak pohon ditebang dan diganti dengan tanaman sawit di lereng-lereng perbukitan yang curam. “Banyak itu kayu ditebangin, kemudian diganti jadi tanaman sawit, yang seharusnya tidak boleh ditanam sawit di lereng-lereng perbukitan yang curam tersebut. Itu contohnya di daerah Tukka itu, desa satu Sait Nihuta Kalangan II dan satu lagi itu Desa Saur Manggita kalau nggak salah,” tambahnya.
Menurut Masinton, gelondongan kayu yang terbawa aliran banjir sebagian besar berasal dari kedua desa tersebut. “Nah ini yang menjadi atensi kami, apakah nanti itu direlokasi atau seperti apa, yang jelas di sana ada peralihan fungsi lahan. Maka kalau kita lihat di bawah gelondongan kayu itu sumber terbesar itu dari kedua desa tersebut,” kata politikus PDIP itu.
Desak Penegakan Hukum dan Efek Jera
Masinton menegaskan pentingnya penegakan hukum terhadap pembalakan liar dan alih fungsi lahan. Ia menekankan perlunya efek jera bagi para pelaku. “Karena apa pun ini harus ada upaya, ada upaya tindakan hukum untuk membuat efek jera terhadap pelaku-pelaku yang satu, dia melakukan pembalakan di hutan secara ilegal, kedua, itu melakukan alih fungsi kawasan perbukitan tadi. Nah ini kan harus kita tata segera. Nah kita lihat tuh dampak dari kerusakan bencana dan kerugiannya, baik kerugian korban jiwa,” ujarnya.
Ia mencontohkan, gelondongan kayu berukuran sangat besar ditemukan di daerah Tukka pasca-bencana. “Kita lihat ini di daerah Tukka aja gelondongan kayunya sangat besar. Nah ini menurut saya harus ada yang bertanggung jawab terhadap itu. Tapi itu nanti ya, kita tangani dulu tanggap daruratnya, nanti ke sananya kita akan kejar,” imbuhnya.
Tindakan ini, menurut Masinton, krusial untuk menjaga fungsi wilayah perbukitan. “Agar ini ada upaya tindakan sekaligus upaya perlindungan kita ke depan, agar kawasan perbukitan kita, kita jaga dari tindakan-tindakan ilegal, kemudian tindakan-tindakan yang merubah fungsi-fungsi perbukitan kita dari yang tanaman yang tidak seharusnya seperti itu,” jelasnya.
Untuk menindaklanjuti hal ini, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah tengah berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, serta Aparat Penegak Hukum (APH). “Nah bagaimana terhadap alih fungsi hutan? Kami sudah mengkoordinasi sama nanti dengan Kementerian Kehutanan maupun baik yang di provinsi maupun yang ada di pusat dan juga dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan APH,” ucap Masinton.
Normalisasi Sungai Mendesak
Selain penegakan hukum terhadap perusak hutan, Masinton juga menyoroti urgensi normalisasi sungai-sungai di Tapanuli Tengah. Ia menyebut, tingginya sedimen di banyak sungai memerlukan tindakan segera untuk mencegah terulangnya bencana.
“Nah terus kemudian ini juga kami harus melakukan normalisasi sungai-sungai, dari sekian banyak sungai-sungai itu semuanya sedimennya sangat tinggi. Maka itu sungai harus dilakukan normalisasi kembali, alurnya harus diperlebar, jalan pun begitu dan juga harus dibuatkan tanggul,” pungkas Masinton.






