Saham raksasa apparel olahraga Nike anjlok sekitar 10% dalam perdagangan setelah penutupan bursa pada Jumat, 19 Desember 2025. Penurunan signifikan ini terjadi meskipun perusahaan melaporkan kinerja keuangan kuartalan yang melampaui ekspektasi Wall Street, baik dari sisi laba maupun pendapatan.
Investor bereaksi negatif terhadap lemahnya kinerja penjualan di China serta dampak berkelanjutan dari kenaikan tarif impor yang menekan bisnis perusahaan. Padahal, kuatnya penjualan di Amerika Utara sempat membantu menutupi anjloknya performa di pasar Tiongkok.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Kinerja Keuangan Kuartal Kedua Fiskal 2026
Untuk kuartal kedua tahun fiskal 2026, Nike mencatat laba per saham sebesar 53 sen, jauh di atas perkiraan analis yang hanya 38 sen. Pendapatan perusahaan mencapai US$ 12,43 miliar, melampaui estimasi pasar sebesar US$ 12,22 miliar.
Penjualan di Amerika Utara menunjukkan pertumbuhan positif, naik 9% menjadi US$ 5,63 miliar. Namun, pendapatan dari kawasan China justru turun tajam 17% menjadi US$ 1,42 miliar, menjadi pemicu utama kekhawatiran pasar.
Strategi Pemulihan dan Tantangan di China
Di bawah kepemimpinan CEO Elliott Hill, Nike telah menjalankan strategi pemulihan selama lebih dari satu tahun. Strategi ini berfokus pada pemulihan pertumbuhan dan pangsa pasar, pengurangan stok lama, serta penguatan kembali hubungan dengan mitra grosir.
Hill mengakui bahwa perbaikan kinerja Nike di China belum terjadi sesuai skala dan kecepatan yang dibutuhkan untuk mendorong perubahan yang lebih luas. Meski demikian, ia menegaskan bahwa “China tetap menjadi salah satu peluang jangka panjang terkuat bagi Nike.”
Proyeksi dan Segmen Bisnis Lain
Untuk kuartal ketiga tahun fiskal, Nike memperkirakan pendapatan akan turun tipis dalam satu digit rendah, dengan pertumbuhan moderat di Amerika Utara. Perusahaan juga memproyeksikan margin kotor turun 1,75-2,25 poin persentase, termasuk tekanan 3,15 poin persentase akibat tarif.
Laporan menunjukkan pendapatan dari penjualan grosir naik 8% menjadi US$ 7,5 miliar. Sebaliknya, penjualan langsung ke konsumen, yang sebelumnya menjadi fokus utama sebelum Hill mengubah arah strategi, justru turun 8% menjadi US$ 4,6 miliar.
Dampak kenaikan tarif juga terasa jelas pada margin kotor yang turun 3 poin persentase, sementara persediaan turun 3%. Kinerja merek Converse juga masih melemah, dengan penurunan pendapatan sebesar 30% pada laporan terbaru ini, setelah sebelumnya anjlok 27% pada kuartal fiskal pertama.






