Menjalani masa pensiun yang damai, bebas dari rasa cemas dan kekhawatiran finansial, adalah impian banyak orang. Namun, untuk mewujudkan harapan tersebut, diperlukan perencanaan matang dan dana tabungan pensiun yang memadai. Pertanyaannya, berapakah jumlah ideal yang harus terkumpul, terutama saat seseorang mencapai usia 50 tahun?
Menurut penyedia rencana pensiun terkemuka, Fidelity, seseorang idealnya telah memiliki tabungan yang nilainya setara dengan enam kali pendapatan tahunan mereka saat menginjak usia 50 tahun. Patokan ini khususnya berlaku bagi mereka yang berencana untuk pensiun pada usia 67 tahun.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Sebagai ilustrasi, jika total pendapatan tahunan Anda mencapai Rp100 juta, maka jumlah tabungan yang direkomendasikan adalah Rp600 juta. Angka ini menjadi tolok ukur penting dalam mengevaluasi kesiapan finansial menjelang masa purnabakti.
Meski demikian, angka tersebut bukanlah patokan mutlak yang berlaku untuk semua individu. Nathan Sebesta, seorang perencana keuangan bersertifikat sekaligus pendiri Access Wealth Strategies, menjelaskan bahwa jumlah tabungan yang dibutuhkan sangat bergantung pada beberapa faktor krusial.
Faktor-faktor tersebut meliputi kapan seseorang ingin pensiun, berapa besar estimasi pengeluaran di masa pensiun, serta lokasi tempat tinggal yang akan memengaruhi biaya hidup.
Lalu, apa yang harus dilakukan jika dana tabungan pensiun masih jauh dari target yang diharapkan? Sebesta menyarankan beberapa langkah strategis yang bisa diambil dalam sisa waktu 10-15 tahun menjelang pensiun.
Prioritas utama adalah menurunkan ekspektasi pendapatan saat pensiun, melunasi seluruh utang yang ada, dan secara drastis mengurangi pengeluaran. Selain itu, mempertimbangkan untuk pindah ke lokasi dengan biaya hidup yang lebih rendah juga bisa menjadi opsi realistis.
Sebagai langkah terakhir yang mungkin harus diambil, Sebesta menyebutkan kemungkinan untuk tetap bekerja saat memasuki usia pensiun. Ini adalah pilihan yang berat, namun bisa menjadi satu-satunya jalan.
“Tidak ada yang bermimpi harus tetap bekerja saat pensiun,” kata Sebesta. “Namun, bagi yang terlambat memulai dan tak bisa mengejar ketertinggalan, ini bisa jadi satu-satunya pilihan realistis.”






