Nasional

Resistensi Antimikroba: Ancaman Nyata yang Menelan Puluhan Ribu Nyawa di Indonesia

Resistensi antimikroba (AMR) bukan lagi sekadar ancaman di masa depan, melainkan krisis kesehatan yang nyata dan sedang berlangsung. Kondisi ini telah menyebabkan puluhan ribu kematian serta membebani sistem kesehatan di Indonesia.

Di sebuah ruang rawat inap rumah sakit, seorang ibu muda tak kuasa menahan cemas saat dokter menjelaskan bahwa infeksi yang diderita anaknya tidak merespons antibiotik yang biasanya ampuh. “Kumannya sudah kebal,” ujar sang dokter pelan, menggambarkan situasi yang semakin umum terjadi. Kekhawatiran serupa kini merata, tidak hanya di kota-kota besar.

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Sebuah studi pada tahun 2022, yang melibatkan sepuluh rumah sakit umum di sepuluh provinsi Indonesia, mengungkap fakta mengejutkan. Pasien dengan infeksi bakteri resisten memerlukan waktu rawat inap yang lebih panjang dan menanggung biaya perawatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan pasien infeksi biasa.

Krisis Kesehatan Global: Peringatan WAAW 2025

Situasi genting ini menjadi latar belakang peringatan World Antimicrobial Awareness Week (WAAW) yang diselenggarakan setiap 18–24 November. Kampanye global ini bertujuan meningkatkan kesadaran publik akan ancaman kuman kebal obat. Tema WAAW tahun 2025, “Act Now: Protect Our Present, Secure Our Future,” menegaskan bahwa resistensi antimikroba adalah isu yang harus ditangani sekarang.

Resistensi antimikroba adalah kondisi ketika kuman, seperti bakteri, virus, atau jamur, tidak lagi mempan terhadap obat yang dirancang untuk membunuh atau menghambat pertumbuhannya. Dalam konteks sehari-hari, bentuk resistensi yang paling sering ditemui adalah bakteri yang kebal terhadap antibiotik, mengingat antibiotik merupakan obat antimikroba yang paling banyak digunakan masyarakat.

Pada dasarnya, bakteri diobati dengan antibiotik, virus dengan obat antivirus, dan jamur dengan obat antijamur. Ketika antibiotik tidak lagi efektif melawan bakteri yang sebelumnya sensitif, infeksi ringan sekalipun dapat berubah menjadi penyakit serius yang mengancam jiwa.

Penyebab dan Dampak Fatal Resistensi Antimikroba

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat menjadi pemicu utama percepatan kemampuan kuman untuk beradaptasi dan menjadi kebal. Praktik seperti membeli antibiotik tanpa resep dokter, menghentikan pengobatan sebelum waktunya, berbagi antibiotik dengan orang lain, atau menggunakannya untuk penyakit akibat virus seperti flu, secara signifikan memperburuk masalah ini.

Dampak resistensi antimikroba telah tercatat dalam data nasional. Pada tahun 2021, sekitar 36.500 kematian di Indonesia secara langsung dikaitkan dengan resistensi antimikroba. Angka ini melonjak menjadi 147.000 kematian yang berhubungan secara tidak langsung. Data ini menunjukkan bahwa resistensi bukan sekadar istilah medis, melainkan krisis kesehatan masyarakat yang telah menelan puluhan ribu nyawa.

Strategi Nasional dan Peran Masyarakat

Menyikapi situasi ini, Strategi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba 2025–2029 telah menetapkan sejumlah prioritas utama. Fokus strategi ini meliputi pencegahan infeksi, penguatan surveilans, peningkatan kualitas layanan laboratorium, serta penggunaan antibiotik secara rasional. Jika strategi ini dijalankan bersama oleh fasilitas kesehatan, pemerintah daerah, profesi medis, hingga masyarakat, Indonesia diharapkan dapat menekan laju resistensi dalam lima tahun mendatang.

Pesan “Act Now” adalah seruan untuk bertindak segera sebelum keadaan memburuk. Setiap individu memiliki peran penting dalam upaya ini:

  • Tenaga kesehatan harus meresepkan antibiotik sesuai indikasi, dengan dosis dan durasi yang tepat.
  • Petugas apotek wajib menolak pembelian antibiotik tanpa resep dokter.
  • Masyarakat perlu mengonsumsi antibiotik sesuai anjuran dokter dan tidak meminta antibiotik untuk penyakit akibat virus.
  • Di sektor peternakan, penggunaan antibiotik pada hewan harus dilakukan secara bijak dan berada di bawah pengawasan dokter hewan.

Sementara itu, pesan “Protect Our Present, Secure Our Future” mengingatkan bahwa keputusan kecil yang kita ambil hari ini akan sangat menentukan masa depan kesehatan keluarga kita.

Masa Depan yang Mengkhawatirkan Jika Kita Abai

Perjuangan melawan kuman kebal obat bukan hanya tanggung jawab tenaga kesehatan, melainkan bagian dari kehidupan sehari-hari. Bayangkan beberapa tahun ke depan, seorang ayah mengalami luka di kaki setelah bekerja, namun infeksinya sulit sembuh karena antibiotik tidak lagi mempan. Atau seorang anak menjalani khitan, prosedur yang selama ini dianggap rutin, tetapi kemudian mengalami infeksi yang sulit diatasi karena antibiotik yang biasanya efektif sudah tidak bekerja.

Masa depan seperti itu bukanlah ancaman yang jauh. Kondisi ini bisa terjadi lebih cepat dari yang kita bayangkan jika kita tidak segera mengubah perilaku mulai sekarang. Melindungi efektivitas antibiotik berarti melindungi masa depan kesehatan keluarga kita. Dan itu dimulai dengan satu langkah sederhana: bertindak sekarang.

Mureks