Internasional

Purbaya Kucurkan Rp 276 Triliun Dana Pemerintah ke Bank, OJK Ungkap Dampak Positif Likuiditas

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membuat gebrakan signifikan dengan menempatkan dana menganggur pemerintah senilai Rp 200 triliun ke sejumlah bank. Kebijakan ini, yang diumumkan tak lama setelah Purbaya menjabat pada 8 September 2025, bertujuan untuk menekan biaya dana perbankan dan mendorong suku bunga kredit agar lebih murah.

Langkah tersebut diharapkan dapat mempercepat peredaran uang primer (M0) di masyarakat, sehingga roda ekonomi dapat berputar lebih cepat. Kebijakan serupa pernah diterapkan oleh pendahulunya, Sri Mulyani Indrawati, saat Pandemi Covid-19, meskipun dengan nominal yang lebih kecil, yakni Rp 30 triliun ke bank Himbara dan Rp 11,5 triliun ke sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Purbaya pertama kali mengungkapkan rencana penempatan dana ini dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI pada 10 September 2025, dua hari setelah dilantik. Ia menegaskan bahwa dana yang akan ditempatkan di lima bank milik negara (Himbara) berasal dari ‘tabungan pemerintah’, yaitu Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA), yang mengendap di Bank Indonesia (BI). Hal ini memastikan kebijakan tersebut tidak mengganggu postur APBN maupun pagu belanja negara.

Setelah mendapat persetujuan DPR, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025. Berdasarkan KMK tersebut, dari total dana awal Rp 200 triliun, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI) masing-masing menerima Rp 55 triliun. Bank Tabungan Negara (BTN) menerima Rp 25 triliun, dan Bank Syariah Indonesia (BSI) mendapat Rp 10 triliun, seluruhnya dalam bentuk deposito on call.

Pemerintah menerima imbal hasil sebesar 80,476% dari BI Rate, setara dengan imbal hasil yang didapatkan saat dana ditempatkan di BI. Dalam KMK tersebut, Purbaya juga mewajibkan bank penerima dana untuk menyampaikan laporan penggunaan dana kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan setiap bulan. Purbaya menekankan, tidak ada aturan khusus mengenai penggunaan dana tersebut oleh bank, namun ia melarang bank menggunakannya untuk membeli surat berharga negara (SBN) atau ditukar ke dolar, karena tujuannya adalah menggerakkan aktivitas ekonomi.

Pro dan Kontra Kebijakan Penempatan Dana

Kebijakan Purbaya ini menuai beragam respons dari para ekonom. Kepala Ekonom BCA, David E. Sumual, menilai kebijakan ini sebagai “pisau bermata dua”. Menurutnya, tantangan utama perekonomian Indonesia bukan hanya ketersediaan likuiditas, tetapi juga lemahnya permintaan kredit dan investasi. Ia juga mengingatkan bahwa kepercayaan pasar, baik di sektor riil maupun pasar keuangan, dapat berdampak pada variabel lain seperti nilai tukar Rupiah.

Di sisi lain, Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede, berpendapat bahwa pemindahan saldo kas menganggur pemerintah ke perbankan akan menambah uang primer secara signifikan. Dengan penambahan ini, ia memperkirakan akan mendorong pertumbuhan jumlah uang yang beredar (M2), memangkas suku bunga dana, serta mempercepat pembiayaan sektor riil. Namun, Josua mengingatkan bahwa dampak akhirnya akan bergantung pada permintaan uang dan kecepatan realisasi belanja pemerintah. Tanpa permintaan yang memadai, likuiditas cenderung mengalir ke aset keuangan, bukan investasi dan konsumsi.

Dampak Positif dan Penambahan Dana

Setelah sebulan berjalan, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut terbukti mampu meningkatkan likuiditas perekonomian. Hal ini terlihat dari penurunan rasio pinjaman terhadap simpanan (loan-to-deposit ratio/LDR) di bank Himbara, yang tercatat turun dari sebelumnya di atas 90% menjadi di bawah 90%.

Mahendra menyampaikan hal ini dalam Financial Forum 2025 yang diselenggarakan pada Rabu, 3 November 2025. Selain itu, likuiditas yang bertambah di pasar juga terlihat dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terkerek naik dari semula di bawah 20% menjadi 23% setelah penempatan SAL. Hingga 31 Oktober 2025, penempatan SAL pada Himbara telah mencapai 92,94%, dengan dana yang tersalurkan menjadi kredit senilai Rp 185,87 triliun. BRI, BNI, dan BSI dilaporkan telah menyalurkan 100% dana SAL yang mereka terima, sementara Bank Mandiri merealisasikan 77,45% dan BTN 93,08%. Penyaluran dana ini diperkirakan tuntas sebelum akhir tahun.

Melihat hasil positif tersebut, pada 10 November 2025, Purbaya menambah penempatan dana ke bank milik negara, ditambah Bank Pemerintah Daerah (BPD) Jakarta, senilai Rp 76 triliun. Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa penambahan ini masih dalam rangka menggerakkan pertumbuhan kredit guna mendorong pertumbuhan ekonomi lebih cepat dalam jangka pendek.

Secara rinci, penambahan dana Rp 76 triliun ini dikucurkan untuk Bank Mandiri Rp 25 triliun, BRI Rp 25 triliun, BNI Rp 25 triliun, dan Bank DKI Rp 1 triliun. Dengan demikian, total dana penempatan yang dikucurkan Purbaya telah mencapai Rp 276 triliun.

Purbaya menegaskan, meskipun terus membuka ruang untuk menambah penempatan dana menganggur pemerintah ke perbankan ke depannya, ia tidak akan lagi mengumumkan ke publik terkait waktu dan besarannya. “Kalau mau nambah pun kita nggak akan kasih tahu Anda lagi sekarang. Karena operasi uang biasa lagi. Karena nanti orang banyak yang protes, si Purbaya pindahin uang sembarangan, pakai anggaran sembarangan,” tegasnya. Ia menambahkan, “Karena mereka enggak ngerti bahwa saya cuma pindahin uang. Enggak ada urusan dengan perubahan anggaran. Saya enggak mengubah anggaran sama sekali. Juga tidak melakukan ekspansi fiskal.”

Mureks