Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dijadwalkan akan meresmikan pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2026. Acara penting ini akan berlangsung pada Jumat, 2 Januari 2026, di Main Hall Gedung BEI, Jakarta.
Berdasarkan undangan resmi PT Bursa Efek Indonesia kepada wartawan pasar modal yang diterima pada Senin (29/12/2025), Presiden Prabowo tidak hanya akan membuka perdagangan, tetapi juga akan menandatangani sertifikat pembukaan perdagangan. Selain itu, Presiden juga dijadwalkan menyampaikan pidato arahan kepada para pelaku pasar modal dan pemangku kepentingan yang hadir.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Sejumlah pejabat tinggi negara akan mendampingi Presiden dalam acara tersebut, termasuk Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Menteri Keuangan, serta Direktur Utama BEI.
Penutupan Perdagangan BEI 2025
Pembukaan perdagangan BEI 2026 merupakan kelanjutan dari rangkaian acara pasar modal nasional yang sebelumnya diawali dengan penutupan perdagangan BEI tahun 2025. Penutupan perdagangan BEI 2025 sendiri dijadwalkan pada Selasa, 30 Desember 2025, dan rencananya akan diresmikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi.
Rangkaian acara penutupan perdagangan BEI 2025 akan mencakup laporan dari Direktur Utama BEI, pemberian apresiasi kepada investor ke-20 juta, serta penandatanganan sertifikat penutupan perdagangan. Acara ini akan menandai berakhirnya aktivitas perdagangan pasar modal sepanjang tahun 2025.
Kinerja IHSG Sepanjang 2025
Sepanjang tahun 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kinerja positif, didorong oleh berbagai sentimen baik dari dalam maupun luar negeri. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Minggu (28/12/2025) menunjukkan, IHSG melesat 20,59% secara year to date (ytd) ke posisi 8.537,91.
Kinerja ini menempatkan IHSG di posisi ketiga di kawasan ASEAN dan posisi ketujuh di kawasan Asia Pasifik. Di ASEAN, bursa saham Vietnam memimpin dengan pertumbuhan 38,89%, diikuti bursa saham Singapura yang menguat 22,41% secara ytd.
Namun, di tengah pertumbuhan IHSG, investor asing justru cenderung melakukan aksi jual saham. Tercatat sepanjang 2025, investor asing melepas saham senilai Rp 18,36 triliun.
Faktor Pendorong dan Penghambat IHSG
Fund Manager Syailendra Capital, Rendy Wijaya, menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mengangkat IHSG sepanjang 2025. “Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (BI) sebesar 125 basis poin (bps) sejak September 2024,” ujarnya, menambahkan bahwa saat ini suku bunga acuan BI berada di posisi 4,75%. Selain itu, penguatan saham konglomerasi juga berkontribusi signifikan, dengan porsi saham konglomerasi naik dari 2,4% pada 2021 menjadi 20,8% per Juli 2025.
Senada, pengamat pasar modal Reydi Octa menyoroti sentimen domestik sebagai penopang utama kenaikan IHSG, termasuk reshuffle kabinet, suntikan likuiditas dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, pertumbuhan ekonomi yang solid, dan inflasi yang terjaga. Namun, Reydi menilai aksi jual investor asing masih menjadi faktor dominan penghambat kenaikan IHSG.
“Perang tarif dan konflik geopolitik buat investor wait and see. Saat itu juga suku bunga masih sempat diproyeksikan higher for longer, kenaikan IHSG sempat didominasi oleh saham konglomerasi,” kata Reydi saat dihubungi Liputan6.com.
Rendy Wijaya menambahkan, ketidakpastian dan sentimen risk-off global, terutama isu tarif dagang Amerika Serikat (AS), turut menekan IHSG. “Ditambah pelemahan rupiah yang memicu tekanan aliran keluar dari investor asing serta kekhawatiran pelebaran fiskal akibat adanya perubahan menteri keuangan,” jelas Rendy.
Kinerja Sektor Saham pada 2025
Di tengah pertumbuhan kinerja IHSG, sektor saham teknologi, industri, dan infrastruktur mencatat kinerja yang melesat signifikan. Masing-masing sektor ini tumbuh 143,55%, 103,75%, dan 71,30%.
Rendy Wijaya melihat, penguatan saham teknologi didorong oleh lonjakan saham DCII yang menguat 438,35% ytd. Sementara itu, sektor saham infrastruktur melesat berkat peningkatan dari subsektor telekomunikasi dan infrastruktur digital.
“Sedangkan untuk industri atau IDX industri kami melihat peningkatan lebih ditekankan oleh perbaikan indikator ekonomi seperti aktivitas manufaktur (PMI) serta adanya penurunan suku bunga yang diharapkan terdapat peningkatan purchasing power sehingga meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) domestik,” kata Rendy.
Di sisi lain, sektor saham consumer nonsiklikal dan keuangan menguat terbatas di antara 11 sektor saham lainnya pada 2025, masing-masing naik 8,58% dan 9,25% secara ytd.
Reydi Octa menuturkan, sektor saham consumer nonsiklikal masih menghadapi tekanan daya beli masyarakat dan margin usaha, sehingga ruang pertumbuhan kinerjanya relatif terbatas. Untuk sektor keuangan, ia menilai perbankan besar bergerak lebih moderat seiring normalisasi pertumbuhan kredit, kenaikan biaya dana, serta valuasi yang sudah relatif matang. “Investor asing juga belum mengakumulasi perbankan sehingga potensi kenaikannya tidak seagresif sektor lain,” tutur Reydi.
Rendy Wijaya menambahkan, sektor saham keuangan dan consumer nonsiklikal tumbuh terbatas karena minimnya katalis pada 2025 dan terjadinya rotasi sektor. “Loan growth yang tumbuh single digit, funding risk dan foreign exchange volability merupakan beberapa faktor yang membuat sektor keuangan tumbuh tidak signifikan dibandingkan dengan sektor lainnya,” pungkasnya.






