Polda Metro Jaya membongkar klinik aborsi ilegal yang beroperasi di sebuah apartemen di Jalan Basuki Rahmat, Jakarta Timur, pada Rabu (17/12/2025). Praktik ilegal yang telah beroperasi sejak tahun 2022 ini telah melayani 361 pasien dan meraup keuntungan fantastis mencapai Rp 2,6 miliar. Tujuh orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, lima di antaranya telah ditahan.
Kombes Budi Hermanto, Kabid Humas Polda Metro Jaya, menjelaskan pengungkapan ini merupakan hasil kerja keras Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. “Membongkar praktik aborsi ilegal yang dilakukan jaringan pelaku dan berhasil diungkap Ditreskrimsus Polda Metro Jaya,” ujar Kombes Budi Hermanto dalam jumpa pers, Rabu (17/12/2025).
Setelah penangkapan, polisi melakukan penggeledahan dan olah tempat kejadian perkara (TKP). “Ditemukan sisa darah pasien aborsi ilegal, kemudian peralatan aborsi, termasuk kapas bekas darah,” tambahnya.
Lima tersangka utama yang merupakan pengelola klinik kini ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Mereka dijerat Pasal 428 ayat 1 juncto Pasal 60 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Peran Para Tersangka dalam Jaringan Aborsi Ilegal
Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Edy Suranta Sitepu merinci peran masing-masing tersangka. Wanita berinisial NS berperan sebagai eksekutor aborsi, berpura-pura menjadi dokter obgyn. “Saudari NS, ini memiliki peran sebagai eksekutor, atau dokter, seolah-olah sebagai dokter obgyn,” jelas Kombes Edy.
Tersangka RH membantu NS dalam proses aborsi. Sementara itu, M bertugas menjemput dan mengantar pasien, sekaligus menjadi admin yang berkomunikasi dengan calon pasien. “M ini memiliki peran menjemput serta mengantar pasien, baik pada saat penjemputan maupun pada saat dia kembali setelah dilakukan aborsi,” tutur Edy.
Pria berinisial LN bertanggung jawab menyewa apartemen yang dijadikan lokasi praktik aborsi, dan YH mengelola situs web promosi. Dua pasien, KWM dan R, juga ditetapkan sebagai tersangka karena berada di lokasi saat penggerebekan.
Beroperasi Tiga Tahun, Layani Ratusan Pasien
Klinik aborsi ilegal ini terungkap telah beroperasi selama tiga tahun, sejak 2022. Selama periode tersebut, sebanyak 361 orang telah menjalani aborsi di klinik ilegal ini. “Kemudian kami melakukan olah data yang ada di handphone-nya admin. Dari olah data tersebut, kami menemukan nama-nama pasien sebanyak 361 pasien,” ungkap Kombes Edy.
Para pelaku kerap berpindah-pindah lokasi praktik, mulai dari Bekasi hingga Jakarta Timur, dengan menyewa apartemen secara harian atau mingguan. “Mereka tempatnya berpindah-pindah, dan biasanya mereka menyewa apartemen, dan itu sewa harian atau mingguan saja. Jadi tidak menyewa apartemen itu dalam jangka waktu yang lama, tetapi mungkin 1-2 hari, tergantung dari banyaknya pasien,” tambahnya.
Modus operandi mereka adalah promosi melalui situs web. Mereka mengklaim memiliki izin dan dikelola oleh dokter spesialis obgyn. “Modus yang mereka lakukan adalah mereka membuat website, kemudian dihubungkan dengan admin, kemudian di website tersebut, seolah-olah praktik ataupun klinik-klinik tersebut seolah-olah itu berizin dan dikelola oleh seorang dokter yang spesialis, yaitu spesialis obgyn,” terang Kombes Edy.
Setelah pasien terhubung melalui situs web, komunikasi dilanjutkan via WhatsApp. Admin akan meminta persyaratan seperti hasil USG dan KTP pasien sebelum membuat janji lokasi, waktu, dan titik penjemputan. “Ketika sudah terhubung dan akan berencana melakukan aborsi, maka admin akan memberikan persyaratan. Yang pertama memberikan USG, kemudian difoto, dikirimkan ke admin dan kemudian KTP pasien. Kemudian dipelajari. Setelah itu, maka akan diberikan janji, baik itu lokasi, tempat, jam, termasuk juga titik-titik yang akan dilakukan penjemputan,” jelasnya.
Raup Keuntungan Miliaran Rupiah
Dari praktik ilegal yang berlangsung sejak 2022 hingga 2025, para tersangka berhasil meraup keuntungan total sebesar Rp 2.613.700.000. “Sedangkan total keuntungan yang telah didapat dari keseluruhan tersangka sampai dengan tahun 2025 sebesar Rp 2.613.700.000 (miliar),” kata Kombes Edy.
Tarif aborsi dipatok antara Rp 5 juta hingga Rp 8 juta per pasien. Pembagian keuntungan pun bervariasi. NS, sebagai ‘dokter’ eksekutor, mendapatkan Rp 1,7 juta per pasien. RH, pembantu NS, menerima sekitar Rp 1 juta. M, admin penjemput dan pengantar, juga mendapatkan sekitar Rp 1 juta. “Kemudian, saudari RH, ini memiliki peran membantu NS dalam melakukan aborsi, mendapatkan hasil sekitar Rp 1 juta. Kemudian, saudari M, ini memiliki peran menjemput serta mengantar pasien, baik pada saat penjemputan maupun pada saat dia kembali setelah dilakukan aborsi. Ini juga sudah diproses dan mendapatkan hasil sekitar Rp 1 juta,” rinci Edy.
YH, pengelola situs web dan admin yang mengatur janji, mendapatkan bagian tertinggi, yakni sekitar Rp 2 juta per pasien. Sementara LN, penyewa apartemen dan penjemput pasien, menerima Rp 200 ribu hingga Rp 400 ribu. “Saudara YH, ini adalah seorang admin, admin yang mengelola, kemudian melihat USG termasuk juga KTP dan membuat janji. Mendapatkan bagian sekitar Rp 2 juta,” pungkas Edy.






