RANTAU PANJANG, Kelantan – Kawasan perbatasan utara Malaysia dengan Thailand, khususnya di Kelantan, kini menghadapi perubahan drastis. Upaya keras Malaysia memerangi penyelundupan narkoba telah mengubah denyut kehidupan masyarakat di perbatasan kedua negara, bahkan membuat beberapa wilayah dijuluki ‘kota mati’.
Sebelum pandemi COVID-19, kawasan bebas bea Rantau Panjang di Kelantan, yang berdekatan dengan Sungai Golok di Provinsi Narathiwat, Thailand, selalu ramai. Ribuan orang menyeberang setiap hari untuk bersekolah, berdagang, atau mengunjungi kerabat. Namun, sebagian besar penyeberangan dilakukan secara ilegal melalui dermaga-dermaga buatan di Sungai Golok, bukan pos pemeriksaan imigrasi resmi.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
“Dulu tempat ini selalu penuh orang, tapi sekarang hampir tidak ada yang datang,” ujar seorang pemilik toko perkakas kepada CNA pada akhir September. Toko-toko yang dulunya ramai kini banyak yang tutup, dan area perbelanjaan sebagian besar kosong.
Pengetatan Perbatasan dan Dampaknya
Pengetatan perlintasan perbatasan oleh Malaysia dimulai sejak akhir tahun lalu, dengan tujuan utama mencegah penyelundupan narkoba dan senjata api. Pada November 2024, Kepala Kepolisian Kelantan, Mohd Yusoff Mamat, mengumumkan bahwa siapa pun yang menyeberang secara ilegal melalui Sungai Golok akan ditangkap mulai Desember tahun yang sama.
Bersamaan dengan itu, pemerintah negara bagian Kelantan kembali menghidupkan rencana pembangunan tembok sepanjang 100 km di perbatasan dengan Thailand. Tembok ini disebut-sebut penting untuk menekan risiko banjir dan penyelundupan. Sungai Golok, yang hanya selebar sekitar 30 meter dan membentang 100 km, memang dikenal menyulitkan pemberantasan kejahatan lintas batas.
Dermaga-dermaga buatan warga kini diblokade dengan pita kuning dan papan peringatan hukum. “Sekarang dermaga sudah ditutup sepenuhnya. Tidak ada yang bisa menyeberang,” kata pemilik toko perkakas itu. Seorang perempuan yang tinggal di samping dermaga yang ditutup menyebut Rantau Panjang kini tak ubahnya “kota mati”. “Saya dulu sering menyeberang, tapi sekarang takut,” ujarnya. “Orang-orang yang ingin datang ke sini seperti dulu juga takut. Karena mereka bisa ditangkap.”
Penurunan Angka Kejahatan Narkoba
Langkah pengetatan pengamanan perbatasan ini mulai membuahkan hasil signifikan. Kepala Kepolisian Kelantan, Yusoff, melaporkan bahwa dari Januari hingga Oktober tahun ini, kepolisian Kelantan mencatat 23.974 penangkapan terkait narkoba dengan 22.798 perkara. Angka ini menunjukkan penurunan 19 persen dibandingkan total sepanjang 2024, yang mencapai 29.769 penangkapan dan 27.987 perkara.
Nilai total narkoba yang disita juga turun drastis. Hingga Oktober tahun ini, nilainya mencapai RM28,6 juta (sekitar Rp118 miliar), jauh lebih rendah dari RM73,5 juta (sekitar Rp304 miliar) sepanjang 2024.
“Penutupan dermaga ilegal sejak 1 Desember 2024 telah memberikan dampak yang jelas,” tegas Yusoff. “Penyelundupan narkoba menurun signifikan, nilai barang sitaan berkurang setengahnya, dan kawasan berisiko tinggi kini lebih aman serta diawasi melalui penegakan hukum yang sistematis.”
Namun, kebijakan ini juga mengguncang warga di kedua sisi perbatasan yang selama bertahun-tahun bergantung pada dermaga ilegal untuk kegiatan sehari-hari. Kini, warga hanya bisa melintas melalui tiga pos pemeriksaan resmi yang tidak beroperasi 24 jam.
Pelaksana Tugas Direktur Keamanan Dalam Negeri dan Ketertiban Umum pemerintah federal, Fisol Salleh, menyatakan pembongkaran dermaga juga membantu Malaysia menekan kebocoran pendapatan negara dari perdagangan ilegal komoditas seperti ternak, beras, serta bensin atau minyak goreng bersubsidi.
Dampak Ekonomi dan Pandangan Thailand
Di sisi Thailand, warga Sungai Golok merasakan dampak ekonomi yang parah. Anwar Hassan (26), seorang penjual nasi campur, mengaku kini membatasi pembelian bahan masakan karena penurunan jumlah pelanggan. “Bisnis lesu karena pelanggan dari Malaysia yang biasa datang untuk makan malam tidak ada lagi,” keluhnya.
Roslan Muhammad (57), pengemudi ojek motor di Sungai Golok selama 30 tahun, mengatakan pendapatannya turun setidaknya 50 persen. “Saya berharap pemerintah Malaysia bisa membuka kembali dermaga-dermaga ini,” kata Roslan. “Kalau ada orang yang melakukan kejahatan, tangkap saja. Yang tidak bersalah seharusnya bebas menyeberang.”
Pejabat Thailand mengakui masalah narkoba serius, namun mereka memiliki pandangan berbeda terkait penyeberangan tidak resmi. Phimon Chongrak, kepala divisi keamanan Dewan Distrik Sungai Golok, menyatakan penyelundupan narkoba di wilayahnya “sangat serius” dalam empat hingga lima tahun terakhir. “Malaysia mulai kehilangan kepercayaan kepada kami dan mendesak pihak Thailand untuk meningkatkan upaya menekan penyelundupan narkoba, karena Malaysia sendiri telah memberlakukan langkah-langkah yang sangat ketat,” ujarnya kepada CNA.
Phimon menambahkan, “Terkait dermaga ilegal, sebenarnya itu adalah jalur penyeberangan alami yang telah lama digunakan warga setempat. Ini bagian dari cara hidup masyarakat Sungai Golok. Jika ditutup sepenuhnya, mata pencarian mereka dan budaya lokal akan terdampak.” Ia juga menegaskan, “Kami telah meminta warga setempat agar tidak menyembunyikan atau menyelundupkannya, misalnya dengan memasukkannya ke dalam bungkus mi instan atau barang lain. Masalah narkoba adalah hal yang sangat serius bagi pemerintah.”
Narit Sondit, direktur Kantor Badan Pengawas Narkotika Thailand Wilayah 9, menyoroti “tantangan utama” adalah banyaknya dermaga di sisi Thailand yang dioperasikan warga lokal. “Kerja sama antara aparat dan masyarakat masih terbatas. Akibatnya, ketika petugas memasuki suatu area, para penyelundup dapat dengan mudah menghindari pemeriksaan karena mereka memiliki intelijen lokal yang kuat serta sistem peringatan dini,” jelasnya.
Efektivitas Tembok Perbatasan dan Isu Korupsi
Jenis narkoba yang paling banyak diselundupkan dari Thailand ke Malaysia adalah sabu, disusul heroin dan ketamin. Sungai Golok menjadi jalur transit utama karena kondisi geografisnya yang unik, dengan bentang lahan datar dan permukiman di tepi sungai.
Kepala Kepolisian Kelantan, Yusoff, meyakini pembangunan tembok perbatasan akan berfungsi sebagai “penghalang fisik” dan meningkatkan efek jera, terutama di “lubang tikus” atau jalur penyelundupan tersembunyi. “Pendekatan pengamanan perbatasan secara konvensional yang mengandalkan petugas memiliki faktor kesalahan manusia, seperti kelalaian dan integritas. Jadi meskipun kami telah meningkatkan penegakan hukum, penyelundupan tetap terjadi,” kata Yusoff. “Mudah-mudahan, dengan tembok perbatasan ini kami bisa menyelesaikan masalah ini 100 persen.”
Pemerintah federal Malaysia telah mengalokasikan RM1,5 miliar (sekitar Rp6,2 triliun) untuk proyek tembok ini, yang juga akan berfungsi sebagai penahan banjir. Tembok ini direncanakan dibangun di sepanjang ruas Tumpat–Tanah Merah di Kelantan.
Namun, warga seperti Abu Baja, pengorganisir ekspor ilegal beras Thailand, meragukan efektivitas tembok tersebut. “Kalau tembok itu dibangun, akan semakin sulit bagi warga desa untuk mendapatkan penghasilan RM40–RM50 per hari (Rp165.000–Rp207.000),” ujarnya. “Namun bagi mereka yang menjalankan bisnis skala besar (seperti penyelundupan narkoba), mereka tetap akan menemukan cara meski temboknya berlapis dua.”
Muhammad Arifin Ismail (63), warga Rantau Panjang, juga skeptis. “Jika benar-benar ingin mencegah kejahatan lintas batas, Anda harus membangun tembok agar penyelundup semakin sulit masuk. Kalau hanya menutup dermaga seperti ini, mereka tetap akan menemukan cara.”
Arifin bahkan menyoroti isu yang lebih besar: dugaan penyimpangan di kalangan aparat penegak hukum. “Bisa saja aparat sipil ini juga terlibat dengan para penyelundup; kita tidak tahu,” katanya. “Kalau dipikir secara logis, bagaimana mungkin barang-barang ini bisa terus masuk dalam jumlah besar?”
Menanggapi hal ini, Kepala Kepolisian Kelantan, Yusoff, mengonfirmasi telah menerima informasi terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dan keterlibatan aparat dalam “pengaturan dermaga”. “Kami telah mengeluarkan peringatan keras: siapa pun, termasuk personel kami sendiri, akan ditangkap jika terbukti terlibat dalam kegiatan tersebut,” tegasnya.
Mohd Ramlan Mohd Arshad, dosen senior di Universiti Teknologi Mara, Malaysia, menggambarkan korupsi lokal sebagai kerentanan “kritis dan terus ada” dalam pengamanan perbatasan. “Tuduhan terus bermunculan bahwa sejumlah petugas keamanan perbatasan di kedua sisi terlibat, baik dengan menerima suap agar tutup mulut maupun dengan secara aktif memfasilitasi penyelundupan,” jelasnya.
Meskipun demikian, pembongkaran dermaga ilegal terus berlanjut. Dari 223 dermaga ilegal yang teridentifikasi di Kelantan, 216 di antaranya berada di lahan pemerintah dan ditargetkan rampung dibongkar dalam dua bulan. Pemerintah negara bagian Kelantan juga telah menyatakan akan membantu warga terdampak melalui bantuan sosial dan ekonomi.
Narit Sondit dari Thailand khawatir pembangunan tembok dapat mengganggu mata pencarian warga di kedua sisi perbatasan. “Pembangunan tembok perbatasan tentu akan membantu mencegah penyelundupan narkoba, yang merupakan persoalan serius. Namun pada saat yang sama, kami juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap penghidupan masyarakat dan tidak bisa mengabaikan kebutuhan sehari-hari mereka,” pungkasnya.






