Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksikan memiliki peluang untuk menyentuh level 9.000 pada tahun 2026. Prediksi optimis ini disampaikan oleh sejumlah pengamat pasar modal, dengan syarat utama adanya pemangkasan suku bunga baik di tingkat global maupun domestik.
Pengamat Pasar Modal, Reydi Octa, menjelaskan bahwa target tersebut sangat mungkin tercapai. “Peluang IHSG untuk tembus 9.000 masih terbuka, terutama jika didukung oleh penurunan suku bunga global dan domestik, nilai tukar Rupiah yang menguat terhadap USD, dan inflow asing,” ujar Reydi saat dihubungi pada Senin (28/12/2025).
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Senada, Fund Manager Syailendra Capital, Rendy Wijaya, juga melihat potensi pertumbuhan positif IHSG pada 2026. Menurutnya, sentimen global yang lebih positif serta kondisi ekonomi domestik yang membaik akan menjadi pendorong utama. “Kondisi ekonomi domestik yang lebih baik pada tahun mendatang didukung oleh aktivitas konsumsi yang berpotensi meningkat,” kata Rendy.
Rendy menambahkan, tahun 2025 diwarnai banyak aksi korporasi dari emiten konglomerasi, di tengah kenaikan harga saham yang signifikan. Oleh karena itu, ia mengingatkan investor untuk tetap rasional. “Investor tetap harus rasional dengan selalu mempelajari kondisi perekonomian domestik dan global atau meng-analisa secara top-down agak memiliki basis yang jelas dalam memilih suatu saham,“ tegas Rendy, yang juga diamini oleh Reydi Octa.
Sektor Saham Pilihan untuk 2026
Terkait sektor saham yang patut dicermati pada 2026, Reydi Octa menyoroti sektor perbankan dan consumer, baik siklikal maupun nonsiklikal. Ia secara spesifik merekomendasikan sektor perbankan besar yang belum masif diakumulasi oleh investor asing. “Sektor Energi dan komoditas yang harga acuan global nya menguat juga patut dicermati,” imbuhnya.
Reydi menyarankan investor untuk memfokuskan pilihan pada saham kapitalisasi besar dan likuiditas tinggi, emiten dengan fundamental kuat, neraca sehat serta pertumbuhan laba berkelanjutan. Ia juga menyebut “Saham mid-cap selektif yang memiliki katalis korporasi dan eksposur terhadap tema pertumbuhan struktural” sebagai pilihan menarik.
Sementara itu, Rendy Wijaya juga memilih sektor perbankan dan consumer (siklikal dan nonsiklikal). Menurutnya, sektor-sektor ini cukup tertekan pada 2025 dan berpotensi tumbuh positif seiring dengan pertumbuhan ekonomi domestik. “Pendekatan strategi untuk 2026 dapat menggabungkan antara bottom-up dan top-down approach,” jelas Rendy.
Kinerja IHSG Pekan Terakhir Desember 2025
Sebelumnya, IHSG menunjukkan tren pelemahan selama tiga hari perdagangan pada pekan 22-24 Desember 2025. Indeks ditutup merosot 0,83% ke posisi 8.537,91, dari 8.609,55 pada pekan sebelumnya. Kapitalisasi pasar juga terpangkas 1,17% menjadi Rp 15.603 triliun dari Rp 15.788 triliun.
Senior Market Analyst PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta, menjelaskan bahwa lesunya IHSG disebabkan oleh belum terlihatnya santa claus rally effect, baik di bursa domestik maupun global. “IHSG masih negatif karena santa claus rally effect belum terlihat,” kata Nafan.
Dari sisi domestik, Nafan menambahkan bahwa katalis relatif minim, dengan tidak adanya data ekonomi yang dirilis. Namun, saham konglomerasi dan konvensional, terutama bank berkapitalisasi besar, masih menunjukkan penguatan. “Dari katalis domestik relatif minim. Data ekonomi tidak ada yang dirilis,” ujarnya.
Untuk pekan berikutnya, Nafan memprediksi IHSG akan bergerak dengan level support di 8.506 dan 8.448, serta level resistance di 8.600 dan 8.666.
Data transaksi bursa menunjukkan penurunan signifikan. Rata-rata frekuensi transaksi turun 2,23% menjadi 2,74 juta kali transaksi dari 2,80 juta kali transaksi pada pekan sebelumnya. Rata-rata volume transaksi harian merosot 18,44% menjadi 38,34 miliar saham dari 47 miliar saham, sementara rata-rata nilai transaksi harian terpangkas 30,91% menjadi Rp 23,70 triliun dari Rp 34,30 triliun.
Meskipun demikian, investor asing mencatatkan aksi beli bersih (net buy) saham sebesar Rp 4,03 triliun selama sepekan, angka ini lebih besar dari pekan sebelumnya yang sebesar Rp 3,27 triliun.






