Nasional

Pencemaran Plastik Kian Mengkhawatirkan, Begini Regulasi dan Tantangan Penegakan Hukum di Indonesia

Pencemaran plastik telah menjelma menjadi salah satu isu lingkungan paling mendesak yang dihadapi Indonesia. Limbah plastik yang tidak terkelola dengan baik tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mengancam kesehatan manusia. Berbagai upaya hukum dan pengendalian telah diterapkan pemerintah, namun implementasinya di lapangan masih menghadapi beragam tantangan.

Pengertian dan Dampak Serius Pencemaran Plastik

Isu pencemaran plastik dan kerangka hukum pengendaliannya terus berkembang seiring dengan peningkatan produksi serta konsumsi plastik sekali pakai. Menurut Maria Ibella Vianka dalam studinya, “Penegakan Hukum Lingkungan Atas Pembuangan Limbah Plastik Di Indonesia”, persoalan ini “telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang cukup serius, terutama di wilayah perairan.”

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Pencemaran plastik didefinisikan sebagai kondisi ketika plastik bekas pakai atau limbah plastik dibuang secara sembarangan, mengakibatkan kontaminasi pada tanah, sungai, dan laut. Sifat plastik yang sulit terurai, mampu bertahan puluhan hingga ratusan tahun di lingkungan, menyebabkan penumpukan sampah yang mengganggu siklus alami ekosistem.

Dampak lingkungan dari limbah plastik sangat luas, mulai dari pencemaran air hingga ancaman serius terhadap satwa liar. Banyak hewan laut yang keliru menelan plastik karena mengira sebagai makanan, yang berujung pada kematian. Lebih lanjut, mikroplastik yang terurai dari limbah ini juga berpotensi masuk ke rantai makanan, menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia.

Sebagai salah satu negara penyumbang sampah plastik ke laut terbesar di dunia, Indonesia menghadapi kerusakan ekosistem perairan yang kian parah. Penumpukan limbah plastik di sungai dan pesisir telah menyebabkan penurunan kualitas air di beberapa daerah, bahkan mengganggu mata pencarian nelayan.

Regulasi dan Dasar Hukum Pengendalian Limbah Plastik di Indonesia

Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan sejumlah regulasi untuk mengendalikan pencemaran plastik. Langkah ini bertujuan untuk menekan laju pencemaran dengan memberikan landasan hukum yang tegas dalam penanganan limbah plastik.

Payung Hukum Utama Pengelolaan Lingkungan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) menjadi payung hukum utama yang mendasari pengelolaan lingkungan di Indonesia. Undang-undang ini krusial dalam penegakan hukum lingkungan untuk mengurangi dampak pencemaran plastik.

Selain UU PPLH, upaya pengendalian plastik juga diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 75 Tahun 2019. Regulasi ini secara spesifik mewajibkan produsen untuk menarik kembali kemasan plastik mereka, menciptakan tanggung jawab hukum dari hulu hingga hilir.

Peran Pemerintah dan Sanksi Hukum

Pemerintah pusat dan daerah memikul tanggung jawab besar dalam mengawasi dan menindak pelaku pencemaran plastik. Berbagai program pengelolaan sampah berbasis masyarakat serta pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai mulai diterapkan di sejumlah kota. Edukasi kepada masyarakat juga terus digencarkan untuk mendorong perubahan perilaku yang lebih bertanggung jawab.

Pelaku pembuangan limbah plastik secara ilegal dapat dijerat dengan Pasal 104 UU PPLH. Namun, dengan berlakunya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, penekanan juga diberikan pada aspek pemulihan lingkungan. Hal ini karena pencemaran plastik, khususnya kontaminasi mikroplastik dalam rantai makanan, kini dikategorikan sebagai ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.

Penegakan Hukum dan Tantangan di Lapangan

Meskipun kerangka regulasi telah kokoh, penegakan hukum terhadap pencemaran plastik di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Lemahnya pengawasan dan keterbatasan sumber daya menjadi hambatan utama dalam upaya pengendalian ini.

Proses Penegakan Hukum Lingkungan

Proses penegakan hukum lingkungan meliputi penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan terhadap pelaku pencemaran. Aparat penegak hukum bekerja sama dengan instansi lingkungan terkait untuk memastikan setiap pelanggaran dapat diproses secara adil dan transparan.

Kendala Penegakan Hukum

Studi Maria Ibella Vianka kembali menyoroti lemahnya pengawasan dan kurangnya penegakan sanksi sebagai kendala utama dalam pengendalian pencemaran plastik. Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia dan infrastruktur sering kali memperlambat proses penindakan hukum.

Upaya Penguatan Penegakan Hukum

Penguatan sistem pengawasan dan penegakan hukum menjadi krusial untuk memutus mata rantai pencemaran plastik. Rekomendasi perbaikan mencakup peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, pemanfaatan teknologi pemantauan, serta pelibatan aktif masyarakat dalam pengawasan lingkungan.

Kolaborasi dan Solusi Berkelanjutan Mendesak

Pengendalian pencemaran plastik tidak dapat berjalan efektif tanpa kolaborasi erat antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat. Setiap pihak memiliki peran strategis dalam membangun sistem pengelolaan limbah plastik yang berkelanjutan demi menjaga kesehatan lingkungan.

Solusi jangka panjang sangat dibutuhkan agar pencemaran plastik tidak semakin meluas. Edukasi publik, inovasi dalam daur ulang, dan penggunaan bahan ramah lingkungan harus menjadi strategi utama. Masyarakat juga didorong untuk membiasakan diri mengurangi konsumsi plastik sekali pakai demi masa depan lingkungan yang lebih baik.

Mureks