Internasional

Pemerintah Targetkan Penarikan Utang Rp 781,9 Triliun pada 2026 di Tengah Kenaikan Defisit APBN

Pemerintah Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati kenaikan target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk tahun 2026. Kesepakatan ini berimplikasi pada peningkatan kebutuhan pembiayaan anggaran, termasuk potensi penarikan utang yang signifikan.

Dalam Rapat Paripurna DPR ke-5 pada 23 September 2025, yang mengesahkan Undang-Undang APBN 2026, target defisit APBN 2026 disepakati naik menjadi Rp 689,15 triliun atau setara 2,68% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih tinggi dari rancangan sebelumnya dalam RAPBN 2026 yang sebesar Rp 638,71 triliun atau 2,48% PDB.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Kenaikan target defisit ini disebabkan oleh pembengkakan kebutuhan belanja negara, yang mencapai Rp 3.842,73 triliun dari sebelumnya Rp 3.786,49 triliun. Sementara itu, pendapatan negara hanya berpotensi naik tipis menjadi Rp 3.153,58 triliun dari target awal Rp 3.147,68 triliun. Kondisi ini secara otomatis memperbesar kebutuhan pembiayaan anggaran.

Penjelasan Menteri Keuangan dan Penundaan DIPA

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa kenaikan target defisit APBN 2026 ini diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. “Diperlukan untuk nanti menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, jadi enggak usah takut. Kita tetap hati-hati,” kata Purbaya di Gedung Parlemen pada 19 September 2025, dikutip Rabu (31/12/2025).

Meski demikian, detail mengenai target pembiayaan anggaran pada 2026 masih sulit ditelusuri. Hal ini dikarenakan Undang-Undang APBN 2026 yang telah disepakati belum juga dipublikasikan secara rinci ke publik. Selain itu, penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) oleh pemerintah secara simbolis kepada kementerian atau lembaga juga belum dilakukan hingga saat ini.

Penyerahan DIPA merupakan tonggak awal pelaksanaan tahun anggaran berjalan APBN dan biasanya dilakukan pada awal Desember setiap tahunnya. Terkait molornya seremoni ini, Purbaya menegaskan bahwa pihaknya masih menunggu jadwal dari Istana dan Presiden Prabowo Subianto. Ia memastikan bahwa penundaan seremoni ini tidak akan menghambat penyelenggaraan APBN 2026.

“Kan ini upacaranya aja, nanti kita tunggu kapan Istana punya waktu. Bukan berarti pelaksanaannya APBN 2026 terhambat. Memang mundur dua minggu kan seremoninya. Tapi yang lain jalan,” ujar Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan.

Purbaya menambahkan, penyerahan DIPA seharusnya dijadwalkan pada Selasa, 16 Desember 2025, namun harus tertunda karena Presiden memiliki agenda pengarahan kepada sejumlah Kepala Daerah di Papua.

Proyeksi Penarikan Utang dan Data Historis

Merujuk pada dokumen Nota Keuangan RAPBN 2026, sebelum disahkannya UU APBN 2026 pada September 2025, target pembiayaan anggaran untuk menutup defisit APBN senilai Rp 638,8 triliun. Dalam rancangan tersebut, target penarikan utang diproyeksikan sebesar Rp 781,9 triliun, ditambah pembiayaan lainnya Rp 60,4 triliun. Angka ini kemudian dikurangi dengan target pembiayaan investasi Rp 203,1 triliun dan pemberian pinjaman Rp 400 miliar.

Secara lebih rinci, nominal pembiayaan anggaran melalui utang sebesar Rp 781,9 triliun dalam rancangan APBN 2026 itu terdiri dari target hasil penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp 749,2 triliun, serta pinjaman neto Rp 32,7 triliun.

Berikut adalah data pembiayaan utang pemerintah dalam lima tahun terakhir dan proyeksi untuk 2026:

TahunPembiayaan Utang (Triliun Rupiah)
2021870,5
2022696
2023404
2024558,1
2025 (Outlook)715,5
2026 (RAPBN)781,9
Mureks