Pakar Hukum Tata Negara Universitas Jayabaya, Muhammad Rullyandi, menyatakan bahwa Peraturan Kepolisian Nomor 10 tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi telah sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Undang-Undang tentang Kepolisian.
“Peraturan Kepolisian Nomor 10 tahun 2025 tersebut tidak bertentangan dengan Undang-Undang Polri, khususnya berkaitan dengan Pasal 23 ayat 3 beserta penjelasannya dan dihubungkan dengan putusan MK nomor 114 tahun 2025,” ujar Rullyandi kepada wartawan, Minggu (14/11/2025).
Rullyandi menjelaskan Perpol 10/2025 mengatur jabatan-jabatan sipil yang boleh diduduki oleh anggota kepolisian, yang tersebar di 17 kementerian/lembaga. Pengaturan ini merupakan implementasi dari UU Aparatur Sipil Negara nomor 20 tahun 2023.
Ia merujuk pada UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian, khususnya penjelasan alinea ke-13 yang mengamanatkan bahwa UU Polri telah mengakomodir UU Nomor 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian. “Karena posisi anggota Polri adalah pegawai negeri, maka otomatis anggota Polri terikat dengan undang-undang pokok kepegawaian yang telah diubah menjadi UU Aparatur Sipil Negara,” katanya.
Tugas pokok Polri, lanjut Rullyandi, meliputi pemeliharaan ketertiban masyarakat dan keamanan dalam negeri, penegakan hukum, serta perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat 4 UUD 1945.
Mengenai kesesuaian Perpol 10/2025 dengan UU Polri dan Putusan MK, Rullyandi menekankan Pasal 28 ayat 3 UU Polri. “Sepanjang frasa yang mengatakan anggota Polri untuk menduduki jabatan di luar struktur Polri wajib mengundurkan diri maka yang berkaitan dengan yang tidak ada sangkut pautnya dengan Polri, itu dalam penjelasannya,” tuturnya.
Terkait putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025, Rullyandi mengemukakan bahwa putusan tersebut tidak melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil di kementerian/lembaga asalkan masih terkait dengan tugas pokok kepolisian. “Yang diatur dalam Peraturan Kepolisian nomor 10 tahun 2025 ini adalah jabatan sipil yang berkaitan atau yang ada sangkut pautnya dengan tugas pokok Polri, yaitu di bidang pelayanan, di bidang penegakan hukum, termasuk pemeliharaan ketertiban masyarakat dan keamanan itu tersebar di 17 kementerian/lembaga,” jelasnya.
Rullyandi menambahkan bahwa UU ASN merupakan induk dari aturan mengenai aparatur sipil negara. Pasal 19 UU ASN menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengisian jabatan tertentu yang pada aparatur sipil negara dapat diisi anggota Polri aktif diatur dengan peraturan pemerintah, yaitu PP Nomor 11 Tahun 2017 yang telah diubah dengan PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
“Di situ ada ketentuan teknis yang mengatur bahwa atas permintaan dari kementerian/lembaga kepada anggota Polri aktif di jabatan sipil dia harus mengajukan permohonan kepada Kapolri yang ditembuskan kepada KemenPAN dan BKN dan kemudian ada koordinasi dengan Kementerian PAN untuk melakukan penyetaraan terhadap jabatan dan kepangkatan anggota Polri aktif untuk kemudian menyesuaikan permintaan dari kementerian yang dibutuhkan,” sambungnya.
Oleh karena itu, Perkap Nomor 10 tahun 2025 dinilai tepat untuk melaksanakan pasal 160 PP tentang manajemen pegawai negeri sipil. “Jadi ada atribusi kewenangan kepada Bapak Kapolri untuk menetapkan peraturan tersebut. Sejalan dengan untuk melaksanakan UU Polri dan sejalan dengan untuk melaksanakan putusan MK nomor 114,” kata Rullyandi.
Ia menegaskan bahwa untuk jabatan sipil yang tidak ada sangkut pautnya dengan tugas pokok Polri, seperti jabatan politik praktis (menteri, anggota DPR/DPRD, calon kepala daerah), anggota Polri wajib mengundurkan diri.
“Oleh karena itu saya melihat tidak ada pertentangan terhadap UUD 1945, tidak ada pertentangan terhadap UU Polri, tidak ada pertentangan terhadap putusan MK nomor 114. Peraturan Kepolisian Nomor 10 tahun 2025 sejalan dengan semangat reformasi yang waktu itu untuk melaksanakan penguatan terhadap struktural, instrumental dan kultural Polri dalam rangka menjadikan lembaga kepolisian sebagai paradigma baru untuk menghadapi tantangan perkembangan masyarakat yang begitu pesat,” pungkasnya.
Polri Pastikan Sesuai Regulasi
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan peraturan tersebut mengatur mekanisme pengalihan jabatan anggota Polri aktif dari organisasi dan tata kerja Polri ke jabatan organisasi dan tata kerja kementerian/lembaga.
Dia menyebut pengalihan jabatan anggota Polri tersebut telah dilandasi berdasarkan beberapa regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
“Terdapat regulasi pada UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri pada Pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya yang masih memiliki kekuatan hukum mengikat setelah amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025,” kata Trunoyudo kepada wartawan, Sabtu (13/12/2025).
Selain itu, Pasal 19 ayat (2) huruf b UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) juga menjadi landasan. Pasal tersebut menyatakan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi dari anggota Polri.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga dirujuk. Pada Pasal 147 PP tersebut disebutkan bahwa jabatan ASN tertentu di lingkungan instansi pusat dapat diisi oleh anggota Polri sesuai kompetensi.
Pelaksanaan Tugas Anggota Polri pada Kementerian/Lembaga/Badan/Komisi
- Kemenko Polhukam
- Kementerian ESDM
- Kementerian Hukum dan HAM
- Kementerian Imigrasi & Pemasyarakatan
- Kementerian Kehutanan
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Kementerian Perhubungan
- Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
- Lembaga Ketahanan Nasional
- Otoritas Jasa Keuangan
- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
- Badan Narkotika Nasional
- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
- Badan Intelijen Negara
- Badan Siber dan Sandi Negara
- Komisi Pemberantasan Korupsi






