Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengingatkan kaum perempuan di Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap berbagai modus penipuan. Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Cecep Setiawan, menyoroti kerentanan kaum ibu yang kerap mudah tergiur tawaran menggiurkan demi kesan di mata orang lain.
Modus Penipuan dari Lingkaran Terdekat
Cecep mengungkapkan, pelaku kejahatan finansial dapat berasal dari mana saja, termasuk dari lingkungan terdekat seperti perkumpulan atau komunitas arisan. Dalam komunitas tersebut, seringkali ada pihak yang memiliki pengaruh besar atau yang disebutnya sebagai “influencer”.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
“Isteri itu gampang senang berkumpul ya. Mungkin dia juga senang arisan dan sebagainya, senang berkumpul. Sehingga ketika ada pimpinan arisannya, kalau istilah kerennya itu influencernya mau investasi di sini, kadang-kadang ikut-ikutan,” ujar Cecep di gedung Kemenko PMK Jakarta, Senin (22/12).
Oleh karena itu, perempuan perlu lebih cermat dalam menelusuri produk yang ditawarkan sebelum mengambil keputusan investasi. Ia menegaskan bahwa tawaran investasi ilegal bisa datang dari siapa saja, bahkan dari orang terdekat.
“Ketika ada yang menawarkan investasi ilegal, apapun bentuknya, siapapun orangnya, baik yang teman terbaik,” tegasnya.
Perilaku Konsumtif dan Jebakan Utang Pinjol
Selain investasi ilegal, Cecep juga menyoroti kecenderungan perempuan untuk berperilaku konsumtif, yaitu membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Perilaku ini seringkali didorong oleh keinginan untuk mengesankan orang lain.
“Membeli barang untuk mengesankan orang yang tidak mereka suka. Banyak terjadi kan? Membeli barang dengan uang yang tidak mereka miliki, dan membeli barang yang tidak mereka butuhkan, untuk mengesankan orang yang tidak mereka sukai,” ungkapnya.
Perilaku konsumtif semacam ini, menurut Cecep, seringkali menjerumuskan perempuan ke dalam lilitan utang. Tak jarang, mereka terpaksa melakukan praktik “gali lubang tutup lubang” untuk membayar utang, yaitu menambal utang lama dengan utang baru, seringkali melalui pinjaman online (pinjol).
“Tidak punya uang, larinya kemana? Kalau tidak punya uang, larinya kemana? Pinjol. Pinjol satu tidak bisa membayar, larinya ke pinjol yang kedua. Pinjol yang ketiga tidak bisa, larinya ke pinjol yang ketiga. Terus ke pinjol yang kelima,” tuturnya, menggambarkan siklus utang yang berbahaya.
Pentingnya Literasi Keuangan dan Responsible Spending
Menyikapi fenomena ini, Cecep meminta agar kaum perempuan memiliki pengetahuan yang memadai tentang keuangan. Literasi keuangan yang baik dianggap sebagai salah satu kunci keseimbangan hidup.
“Jadi hati-hati, Ibu. Mulai mengatur dengan pengeluaran responsible spending. Ibu boleh membeli sesuatu. Boleh membeli sesuatu asalkan responsible. Ketika Ibu membeli sesuatu, artinya ada sesuatu yang Ibu korbankan dari aset Ibu, harus ada yang dikurangi pengeluaran di masa yang akan datang,” tutupnya, menekankan pentingnya belanja yang bertanggung jawab.






