Nasional

Mu’ti: “Tiga Skenario Pembelajaran Pascabencana Siap Diterapkan Februari 2026”

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengumumkan bahwa pemerintah telah merancang tiga skenario pembelajaran khusus untuk daerah terdampak bencana di Sumatera dan Aceh. Rencana ini akan mulai diterapkan pada semester genap tahun 2026, paling cepat pada Februari mendatang.

Mu’ti menjelaskan, skema ini disusun untuk menyesuaikan kondisi sekolah dan peserta didik dalam situasi krisis hingga pemulihan jangka panjang. Penerapan tiga skenario ini akan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan spesifik di setiap daerah terdampak.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

“Terkait dengan pembelajaran dalam masa sekarang, ini ada tiga skenario yang sudah kami rancang untuk nanti diterapkan di semester genap tahun 2026,” kata Mu’ti dalam konferensi pers di Graha BNPB, Matraman, Jakarta Timur, Selasa (30/12/2025).

Ia menambahkan, “Insya Allah Februari sudah bisa kita mulai.”

Skenario Pertama: Tanggap Darurat (0-3 Bulan)

Fase awal ini berfokus pada penyesuaian kurikulum minimum esensial. Kurikulum akan disederhanakan untuk memprioritaskan kompetensi dasar yang krusial.

  • Literasi dasar
  • Numerasi dasar
  • Kesehatan dan keselamatan diri
  • Dukungan psikososial
  • Informasi mitigasi bencana

“Untuk tanggap darurat 0 sampai 3 bulan, itu penyesuaian kurikulum minimum esensial. Kurikulum disederhanakan menjadi kompetensi esensial seperti literasi dasar, numerasi dasar, kesehatan dan keselamatan diri, dukungan psikososial, dan informasi mitigasi bencana,” jelas Mu’ti.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan bahan belajar darurat dan metode pembelajaran yang fleksibel. Dukungan psikososial akan diintegrasikan dalam proses pembelajaran.

“Kemudian juga pengembangan bahan belajar darurat, metode pembelajaran yang bersifat adaptif, artinya sangat fleksibel metode pembelajarannya. Kemudian dukungan psikososial terintegrasi dalam pembelajaran,” ujarnya.

Asesmen pada fase ini akan sangat sederhana, tanpa penilaian formatif atau sumatif yang kompleks, dengan fokus utama pada kehadiran, keamanan, dan kenyamanan murid.

“Kemudian asesmen yang sangat sederhana, tidak ada asesmen formatif atau sumatif yang kompleks. Fokus pada kehadiran, keamanan, dan kenyamanan murid,” lanjut Mu’ti.

Skenario Kedua: Transisi (3-12 Bulan)

Skenario ini ditujukan bagi sekolah yang membutuhkan waktu lebih lama untuk dibangun kembali. Kurikulum adaptif berbasis krisis akan diterapkan, dengan integrasi mitigasi bencana ke mata pelajaran yang relevan.

“Kemudian untuk skenario 3 sampai 12 bulan, karena beberapa sekolah harus dibangun lagi dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Kurikulum adaptif berbasis krisis, integrasi mitigasi bencana ke mata pelajaran yang relevan,” terang Mu’ti.

Pembelajaran akan bersifat fleksibel dan diferensiasi, dengan jadwal yang disesuaikan kondisi siswa yang mungkin masih mengungsi. Penerapan blended atau hybrid learning akan dipertimbangkan jika memungkinkan, serta pengelompokan murid berdasarkan tingkat capaian.

“Kemudian program pemulihan pembelajaran, pembelajaran fleksibel dan diferensiasi. Jadwal disesuaikan dengan kondisi siswa yang mungkin masih mengungsi, penerapan blended atau hybrid learning jika memungkinkan, dan pengelompokan berdasarkan tingkat capaian murid,” ungkapnya.

Sistem asesmen pada masa transisi akan lebih menekankan pada portofolio atau unjuk kerja sederhana, dengan remedial berkelanjutan bagi murid yang terdampak berat, serta penilaian perkembangan sosio-emosional murid.

“Kemudian sistem asesmen dalam masa transisi, asesmen berbasis portofolio atau unjuk kerja sederhana. Remedial berkelanjutan untuk murid berdampak berat. Penilaian perkembangan sosio-emosional murid,” kata Mu’ti.

Skenario Ketiga: Pemulihan Lanjutan (1-3 Tahun)

Fase terakhir ini berlaku untuk jangka waktu 1 hingga 3 tahun, khususnya bagi wilayah yang harus membangun sekolah baru karena kerusakan total.

“Kemudian untuk pemulihan lanjutan 1 sampai 3 tahun, karena beberapa sekolah ada yang memang betul-betul hilang dan harus dibangun sekolah baru yang memang waktunya membutuhkan waktu lebih dari satu tahun,” ujar Mu’ti.

Pada skenario ini, pembelajaran akan mengintegrasikan pendidikan kebencanaan secara permanen, penguatan kualitas pembelajaran, dan pembelajaran inklusif berbasis ketahanan. Selain itu, akan ada sistem monitoring dan evaluasi pendidikan darurat.

“Maka mereka belajar dengan integrasi permanen pendidikan kebencanaan, penguatan kualitas pembelajaran, dan pembelajaran inklusif berbasis ketahanan, serta sistem monitoring dan evaluasi pendidikan darurat,” tutup Mu’ti.

Mureks