Arab Saudi membombardir kota pelabuhan Mukalla di Yaman pada Selasa (30/12/2025). Serangan udara ini menargetkan kiriman senjata dari Uni Emirat Arab (UEA) yang tiba untuk pasukan separatis di tengah konflik yang telah berlangsung satu dekade. Riyadh memperingatkan tindakan UEA tersebut sebagai “sangat berbahaya.”
Pembombardiran ini menyusul ketegangan selama berhari-hari atas pergerakan maju pasukan separatis yang dikenal sebagai Dewan Transisi Selatan (STC), yang didukung penuh oleh UEA. Meskipun ada peringatan keras dari Saudi, STC dan sekutunya mengeluarkan pernyataan yang mendukung kehadiran UEA di Yaman.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Di sisi lain, pihak-pihak lain yang bersekutu dengan Arab Saudi menuntut pasukan UEA untuk segera mundur dari Yaman dalam waktu 24 jam. Konfrontasi ini, menurut laporan Associated Press (AP), berpotensi membuka front baru dalam perang Yaman yang telah berlangsung selama satu dekade.
Koalisi pimpinan Arab Saudi, yang sebelumnya bersatu melawan kelompok Houthi yang didukung Iran, kini berisiko saling menyerang di negara termiskin di dunia Arab tersebut. AP juga melaporkan, “Serangan tersebut juga semakin memperburuk hubungan Arab Saudi dan UEA, dua negara bertetangga di Semenanjung Arab yang kian bersaing dalam isu ekonomi dan politik kawasan, terutama di wilayah Laut Merah yang lebih luas.”
Penjelasan Koalisi Saudi
Mengutip media Saudi, Saudi Gazette, komando pasukan gabungan koalisi pimpinan Saudi menyatakan bahwa operasi udara terbatas telah dilakukan. Serangan ini menargetkan senjata dan kendaraan tempur yang dibongkar di pelabuhan Mukalla.
Juru bicara koalisi, Kolonel Turki Al-Maliki, menjelaskan bahwa serangan dilakukan setelah dua kapal memasuki pelabuhan tersebut tanpa izin. Kedua kapal itu tiba pada Sabtu dan Minggu, 27–28 Desember 2025, dari Pelabuhan Fujairah UEA tanpa mendapatkan izin resmi dari Komando Pasukan Gabungan koalisi.
Al-Maliki menambahkan, para kru kapal menonaktifkan sistem pelacakan kapal sebelum membongkar sejumlah besar senjata dan kendaraan militer. “Pengiriman tersebut dimaksudkan untuk memicu konflik di kegubernuran Yaman timur, yakni Hadramout dan Al-Mahra,” ujar Al-Maliki.
Ia menegaskan, hal itu merupakan “pelanggaran nyata terhadap upaya de-eskalasi dan pelanggaran terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB 2216 (2015).”
“Bertindak atas permintaan dari Ketua Dewan Kepemimpinan Kepresidenan Yaman untuk mengambil semua langkah yang diperlukan guna melindungi warga sipil di Hadramout dan Al-Mahra, angkatan udara koalisi melakukan operasi presisi yang terbatas pada Selasa dini hari, dengan menargetkan senjata dan kendaraan tersebut setelah dibongkar di pelabuhan Mukalla,” kata Al-Maliki.
Al-Maliki juga menegaskan kembali komitmen koalisi untuk mengurangi eskalasi dan menegakkan ketenangan di Hadramout dan Al-Mahra. Koalisi akan mencegah pengiriman dukungan militer apa pun oleh negara mana pun kepada faksi-faksi Yaman tanpa koordinasi dengan pemerintah sah Yaman dan pihak koalisi.
Pihak koalisi mengonfirmasi bahwa serangan tersebut tidak mengakibatkan korban jiwa atau kerusakan kolateral. Tidak ada infrastruktur atau fasilitas di Pelabuhan Al-Mukalla yang terdampak oleh operasi tersebut.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi juga mengeluarkan pernyataan terbuka yang berisi kekecewaan atas langkah UEA di Yaman.
Bantahan Uni Emirat Arab
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri UEA beberapa jam setelah insiden tersebut membantah telah mengirimkan senjata. Namun, mengutip AP, mereka mengakui bahwa telah mengirimkan kendaraan untuk digunakan oleh pasukan UEA yang beroperasi di Yaman. UEA secara terpisah menyerukan semua pihak untuk menahan diri.
Sikap Indonesia
Pada 27 Desember lalu, Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) merilis pernyataan mengenai situasi di Hadramout dan Al-Mahra. Hadramout merupakan wilayah terbesar di Yaman yang kaya minyak.
Bagi Indonesia, stabilitas di Hadramout sangat krusial. Hal ini mengingat wilayah tersebut, khususnya Kota Tarim, merupakan pusat pendidikan agama bagi ribuan pelajar asal Tanah Air yang hingga kini masih menuntut ilmu di sana.
“Indonesia menyerukan kepada semua pihak untuk menahan diri, menghentikan eskalasi, serta menghindari tindakan sepihak yang dapat mengganggu stabilitas,” ujar Kemlu RI dalam pernyataannya.






