Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI memproyeksikan program transisi energi menuju energi hijau di Indonesia berpotensi menciptakan hingga 1,7 juta lapangan kerja baru. Pengembangan sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) dinilai mampu menjadi mesin penggerak ekonomi yang masif bagi masyarakat.
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengungkapkan potensi penyerapan tenaga kerja tersebut sejalan dengan peta jalan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang telah ditata pemerintah. Menurutnya, transisi energi akan membentuk ekosistem industri padat karya atau green jobs, sekaligus mendongkrak perekonomian nasional.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
“Tetapi dampaknya apa? Menciptakan lapangan pekerjaan, green jobs tercipta hampir 1,7 juta. Memberikan kontribusi terhadap peningkatan PDB (Produk Domestik Bruto) kita,” ungkap Eddy dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2025 di Gedung DPR/MPR, Jakarta, dikutip pada Selasa (30/12/2025).
Peluang tersebut selaras dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) periode 2025-2034. Pemerintah menargetkan pembangunan pembangkit listrik baru dengan kapasitas total 69,5 Giga Watt (GW), di mana porsi mayoritas berasal dari sumber Energi Baru Terbarukan (EBT).
Target Pembangkit Listrik Baru hingga 2034
Pemerintah menargetkan tambahan kapasitas pembangkit listrik baru hingga 2034 tersebut terdiri dari:
- 42,6 GW berasal dari pembangkit EBT.
- Sekitar 10,3 GW dari sistem penyimpanan energi (storage).
- 16,6 GW berasal dari pembangkit berbasis energi fosil.
Rincian Kapasitas Pembangkit EBT
Adapun rincian untuk kapasitas pembangkit EBT adalah sebagai berikut:
- Surya (PLTS): 17,1 GW
- Air (PLTA): 11,7 GW
- Angin (PLTB): 7,2 GW
- Panas bumi (PLTP): 5,2 GW
- Bioenergi: 0,9 GW
- Nuklir (PLTN): 0,5 GW
Rincian Kapasitas Sistem Penyimpanan Energi dan Pembangkit Fosil
Sementara itu, untuk kapasitas sistem penyimpanan energi mencakup PLTA pumped storage sebesar 4,3 GW dan baterai 6,0 GW. Kemudian, untuk pembangkit fosil masih akan dibangun sebesar 16,6 GW, terdiri dari gas 10,3 GW dan batubara 6,3 GW.
“Di mana kita punya kesempatan yang besar sekali untuk bisa mengembangkan sumber-sumber energi terbarukan ini, menciptakan lapangan pekerjaan, menciptakan green jobs, menciptakan perekonomian dan manufaktur Indonesia yang memiliki dampak yang cukup besar,” tambah Eddy.
Meski akan menumbuhkan lapangan kerja, realisasi proyek tersebut membutuhkan komitmen investasi jumbo. Dana sekitar US$ 190 miliar atau setara Rp 3.400 triliun dibutuhkan untuk program transisi energi dalam 10 tahun ke depan.
“Kebutuhannya memang tidak kecil teman-teman ibu bapak sekalian, karena kebutuhan untuk pengembangan 10 tahun yang akan datang, kita membutuhkan dana investasi hampir US$ 190 miliar. Atau kurang lebih Rp 3.400 triliun,” jelas Eddy.
Selain dampak langsung pada tenaga kerja, pengembangan energi hijau ini juga didukung oleh regulasi anyar seperti Perpres 110 Tahun 2025 tentang ekonomi karbon. Dengan begitu, MPR RI berharap Indonesia bisa mempercepat langkah keluar dari paradoks energi, di mana negara kaya sumber daya alam ini masih harus mengimpor energi fosil, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.






