Kejaksaan Negeri (Kejari) Samosir membeberkan modus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Kepala Dinas Sosial dan Pemerintahan Masyarakat Desa (PMD) Samosir, FAK. Dugaan korupsi ini terkait penyaluran dana bantuan bencana banjir bandang tahun 2024 di Samosir.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Samosir, Satria Irawan, menjelaskan bahwa Kementerian Sosial (Kemensos) awalnya mengalokasikan bantuan sebesar Rp 5 juta per keluarga terdampak bencana. Total bantuan yang seharusnya disalurkan mencapai Rp 1.515.000.000 untuk 303 keluarga korban banjir bandang di tiga desa di Kecamatan Harian, Samosir, pada tahun 2024.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Namun, FAK diduga mengubah secara sepihak cara penyaluran bantuan tersebut. Bantuan yang seharusnya berupa uang tunai Rp 5 juta per keluarga, diubah menjadi barang senilai sekitar Rp 3 juta hingga Rp 3,5 juta per keluarga.
“Bahwa pada tahun 2024, 303 kepala keluarga yang terkena dampak banjir di tiga desa di Kecamatan Harian, Samosir, menerima bantuan uang sebesar Rp 5.000.000 per KK dari Kementerian Sosial Republik Indonesia,” kata Satria, dikutip dari detikcom, Selasa (30/12/2025).
Satria menambahkan, FAK diduga menyurati pimpinan cabang salah satu bank penyalur bantuan di Pangururan. Ia meminta pihak bank menarik uang bantuan yang telah disalurkan kepada masyarakat untuk dipindahkan ke rekening BUMDes-MA Marsada Tahi.
“Masyarakatnya tidak tahu uang sudah masuk atau belum ke rekning masyarakat dari Kementerian Sosial karena tersangka langsung menyurati bank supaya uangnya di transfer ke rekening BUMDes,” ujar Satria.
BUMDes-MA Marsada Tahi diduga merupakan pihak yang dipilih FAK untuk menyalurkan barang kepada korban banjir. Perubahan cara penyaluran bantuan dari uang tunai menjadi bentuk barang ini diduga dilakukan tanpa seizin Kemensos.
FAK juga diduga meminta BUMDes-MA Marsada Tahi menaikkan harga barang sebesar 15% dari harga penjualan barang sebenarnya. Hasil mark-up 15% tersebut diduga diminta FAK untuk keuntungan pribadinya.
“Barang yang dibelikan atau disalurkan ke masyarakat harganya sekitar Rp 3 juta sampai Rp 3,5 juta setiap KK-nya,” ungkap Satria.
Perbuatan FAK ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 516 juta. Saat ini, jaksa masih terus mendalami ke mana aliran uang tersebut. FAK sendiri telah ditahan di Lapas Kelas III Pangururan untuk proses hukum lebih lanjut.






