Jepang bersiap meluncurkan proyek ambisius yang berpotensi mengubah peta kekuatan komoditas global. Negeri Sakura akan menguji coba ekstraksi lumpur yang mengandung logam tanah jarang (rare earth) dari dasar laut dekat pulau terpencil Minamitorishima, sebuah langkah strategis untuk memutus ketergantungan kronis pada China.
Operasi penambangan dijadwalkan berlangsung mulai 11 Januari hingga 14 Februari 2026. Fokus utamanya adalah menguji peralatan penambangan laut dalam untuk menentukan apakah teknologi tersebut mampu mengangkat 350 metrik ton lumpur kaya rare earth per hari dari kedalaman sekitar 6.000 meter.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Shoichi Ishii, Direktur Platform Inovasi Pembangunan Maritim Kabinet Jepang, menegaskan, “Salah satu misi kami adalah membangun rantai pasok rare earth produksi dalam negeri untuk memastikan pasokan mineral yang stabil bagi industri.” Pernyataan ini dikutip pada Senin (29/12/2025).
Proyek ini menjadi krusial mengingat rare earth adalah bahan baku vital bagi industri masa depan, mulai dari baterai kendaraan listrik (EV), mikrocip, jet tempur, hingga sistem radar canggih. Tokyo bahkan telah menggelontorkan dana sekitar 40 miliar yen atau setara US$256 juta (sekitar Rp4 triliun) sejak tahun 2018 untuk inisiatif tersebut. Jika uji coba ini berhasil, operasi penambangan skala penuh ditargetkan mulai berjalan pada Februari 2027.
Strategi Jepang Hadapi Dominasi China
Dominasi China dalam industri rare earth selama ini telah menjadi ancaman bagi stabilitas manufaktur global. China memproduksi sekitar dua pertiga dari total output dunia. Awal tahun ini, Beijing sempat membatasi ekspor tanah jarang sebagai balasan atas kenaikan tarif yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump.
Merespons hal tersebut, Trump bersama sekutu Pasifiknya, termasuk Jepang dan Australia, telah berkomitmen untuk meningkatkan produksi mandiri. Pada kunjungan Trump ke Jepang akhir Oktober lalu, Perdana Menteri Sanae Takaichi dan Trump menyepakati kerangka kerja sama ekstraksi, penimbunan (stockpiling), dan investasi dalam rantai pasok mineral kritis.
PM Sanae Takaichi menekankan dalam konferensi pers baru-baru ini, “Memperkuat ketahanan rantai pasok kami, termasuk untuk rare earth, adalah masalah yang sangat mendesak.”
Bayang-bayang Ketegangan Militer di Minamitorishima
Di sisi lain, proyek ini juga dibayangi ketegangan militer. Shoichi Ishii mengungkapkan bahwa kapal angkatan laut China sempat terdeteksi memasuki perairan yang berdekatan dengan Minamitorishima pada Juni lalu, tepat saat kapal riset Jepang sedang melakukan survei.
Minamitorishima sendiri adalah atol tak berpenghuni yang terletak sekitar 1.180 mil dari Tokyo dan merupakan titik paling timur wilayah Jepang.
Ishii menambahkan, “Kami merasakan krisis yang kuat karena tindakan intimidasi tersebut dilakukan, padahal aktivitas kami terbatas pada survei sumber daya dasar laut di dalam ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kami sendiri.”






