Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang diajukan oleh sejumlah musisi terkemuka Indonesia. Putusan yang dibacakan pada Rabu, 17 Desember 2025, ini menegaskan bahwa pembayaran royalti atas penggunaan ciptaan secara komersial dalam pertunjukan menjadi tanggung jawab penyelenggara acara, serta menempatkan sanksi pidana sebagai upaya terakhir atau ultimum remedium.
Gugatan dengan nomor perkara 28/PUU-XXIII/2025 ini telah terdaftar sejak Maret 2025. Para pemohon terdiri dari 29 musisi dan penyanyi, di antaranya Tubagus Arman Maulana (Armand Maulana), Nazril Irham (Ariel NOAH), Vina DSP Harrijanto Joedo (Vina Panduwinata), Dwi Jayati (Titi DJ), Judika Nalom Abadi Sihotang, Bunga Citra Lestari (BCL), Sri Rosa Roslaina H (Rossa), Raisa Andriana, Nadin Amizah, Bernadya Ribka Jayakusuma, Anindyo Baskoro (Nino), Oxavia Aldiano (Vidi Aldiano), Afgansyah Reza (Afgan), Ruth Waworuntu Sahanaya, Wahyu Setyaning Budi Trenggono (Yuni Shara), Andi Fadly Arifuddin (Fadly Padi), Ahmad Z Ikang Fawzi (Ikang Fawzi), Andini Aisyah Hariadi (Andien), Dewi Yuliarti Ningsih (Dewi Gita), Hedi Suleiman (Hedi Yunus), Mario Ginanjar, Teddy Adhytia Hamzah, David Bayu Danang Joyo, Tantri Syalindri Ichlasari (Tantri Kotak), Hatna Danarda (Arda), Ghea Indrawari, Rendy Pandugo, Gamaliel Krisatya, dan Mentari Gantina Putri (Mentari Novel).
Gugatan Fokus pada Hak Ekonomi Pertunjukan
Dalam permohonannya, para musisi menggugat sejumlah pasal dalam UU Hak Cipta yang dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum, khususnya terkait pembayaran royalti saat karya mereka dibawakan dalam konser atau pertunjukan komersial lainnya. Mereka berpendapat bahwa sudah menjadi kebiasaan umum penyelenggara acara yang membayar royalti atas pertunjukan di berbagai platform.
Pasal-pasal yang digugat meliputi:
- Pasal 9 ayat 3: Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.
- Pasal 23 ayat 5: Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
- Pasal 81: Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (2).
- Pasal 87 ayat 1: Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.
- Pasal 113 ayat 2: Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Para pemohon meminta MK untuk memaknai ulang pasal-pasal tersebut, antara lain agar penggunaan komersial dalam pertunjukan tidak memerlukan izin pencipta namun tetap wajib membayar royalti, dan agar frasa ‘setiap orang’ dalam Pasal 23 ayat (5) dimaknai sebagai ‘Orang atau badan hukum sebagai penyelenggara acara pertunjukan’.
Putusan MK: Penyelenggara Wajib Bayar Royalti
Setelah sembilan bulan berproses, MK akhirnya mengabulkan sebagian permohonan para musisi. Ketua MK Suhartoyo menyatakan,






