Panglima militer sekaligus pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing, mengeluarkan peringatan keras kepada warga di negara itu menjelang pemilihan umum (Pemilu) perdana sejak kudeta militer pada Februari 2021. Hlaing menegaskan bahwa menolak berpartisipasi dalam pemilu sama dengan menolak kemajuan demokrasi.
Pesan tersebut disampaikan Hlaing kepada para perwira dan keluarga militer pada Sabtu, 20 Januari, di Magwe. “(Menolak memilih sama dengan) menolak kemajuan demokrasi,” kata dia, seperti dikutip The Irrawaddy.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Pernyataan Hlaing muncul di tengah upaya junta untuk menggalang dukungan publik. Pasalnya, warga Myanmar dilaporkan tidak tertarik dengan pemilu yang dicap banyak pihak hanya sebagai formalitas belaka.
Meskipun undang-undang pemilu Myanmar tidak mensyaratkan jumlah pemilih minimum, junta sangat ingin menunjukkan kepada dunia bahwa masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses tersebut. Pemungutan suara ini akan digelar dalam tiga tahap, yakni pada 28 Desember, 11 Januari, dan Februari.
Pemilu ini merupakan yang pertama kali diselenggarakan oleh Min Aung Hlaing setelah ia menggulingkan pemerintahan yang sah pada Februari 2021. Sejak kudeta tersebut, sejumlah tokoh penting dari pemerintahan sebelumnya, termasuk Presiden U Win Myint dan Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi, masih mendekam di balik jeruji besi di Naypyitaw, Yangon, Mandalay, dan Taungoo. Beberapa pejabat lain yang ditangkap bahkan dilaporkan meninggal dunia.
Sejak awal kudeta, banyak warga Myanmar secara terang-terangan menolak kekuasaan Min Aung Hlaing. Junta merespons penolakan ini dengan kekerasan brutal, yang mengakibatkan puluhan ribu orang meninggal dunia.






