Internasional

Rencana Donald Trump Bangun Kapal Perang Raksasa Picu Perdebatan, Pakar Sebut Ketinggalan Zaman

Advertisement

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana ambisiusnya untuk membangun kapal perang baru yang dinamai “Trump-class battleship”. Proyek ini diklaim akan menghasilkan kapal tercepat, terbesar, dan 100 kali lebih kuat dari kapal tempur mana pun yang pernah ada, bertujuan menjadi tulang punggung “golden fleet” AS untuk menjaga supremasi militer.

Namun, rencana tersebut langsung memicu perdebatan sengit di kalangan pakar pertahanan global, yang menilai konsep kapal perang raksasa ini berbenturan keras dengan realitas perang laut modern.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Kapal perang jenis battleship sendiri telah dianggap usang selama beberapa dekade. Kapal tempur terakhir dibangun lebih dari 80 tahun lalu, dan Angkatan Laut AS telah memensiunkan kapal kelas Iowa yang terakhir hampir 30 tahun silam.

Meskipun pernah menjadi simbol kekuatan angkatan laut dengan senjata besar, kapal perang telah lama dikalahkan oleh kapal induk dan kapal perusak modern yang dipersenjatai rudal jarak jauh.

Keraguan Pakar Pertahanan

Mengutip CNBC Internasional, Penasihat Senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), Mark Cancian, terang-terangan meragukan realisasi proyek tersebut.

Dalam analisisnya, Cancian menyebut “Trump-class battleship” tidak akan pernah berlayar. Ia berpendapat bahwa program ini akan memakan waktu terlalu lama untuk dirancang, biayanya terlalu mahal, dan bertentangan dengan strategi Angkatan Laut AS saat ini untuk mendistribusikan daya tembak.

“Pemerintahan yang akan datang akan membatalkan program ini sebelum kapal pertama menyentuh air,” kata Cancian pada Sabtu (27/12).

Kritikan senada juga disampaikan oleh peneliti senior di S. Rajaratnam School of International Studies Singapura, Bernard Loo. Ia menilai “Trump-class” lebih menyerupai proyek prestise ketimbang kebutuhan strategis.

Loo membandingkannya dengan kapal perang super Jepang pada Perang Dunia II, Yamato dan Musashi, yang merupakan kapal perang terbesar yang pernah dibuat. Namun, kapal-kapal itu ditenggelamkan oleh pesawat terbang dari kapal induk sebelum sempat memainkan peran penting dalam pertempuran.

“Secara historis, kami melihat kapal perang dan semakin besar semakin baik… [dan] dalam perspektif strategi yang sangat awam, ukuran itu penting,” ujar Loo.

Ia memandang, ukuran kapal perang yang diusulkan dengan bobot lebih dari 35.000 ton dan panjang lebih dari 840 kaki (sedikit lebih dari dua lapangan sepak bola) akan membuatnya menjadi “magnet bom”.

“Ukuran dan nilai prestise dari semua itu membuatnya menjadi target yang lebih menggoda, berpotensi untuk musuh,” tambah Loo.

Advertisement

Simbol Kejayaan Militer AS

Sementara itu, seorang peneliti senior di Hudson Institute, Bryan Clark, menilai ketertarikan Trump pada battleship tidak lepas dari simbol kejayaan militer AS di abad ke-20.

Kapal USS Missouri, battleship terakhir AS yang selesai dibangun pada 1944, menjadi lokasi penandatanganan penyerahan Jepang pada 1945. Clark juga mengingatkan bahwa pada era 1980-an, AS sempat mengaktifkan kembali battleship Perang Dunia II demi menghadapi Uni Soviet sebagai bagian dari strategi perluasan armada 600 kapal selama Perang Dingin.

“Ini mungkin merupakan era di mana presiden percaya bahwa AS terakhir kali memiliki supremasi angkatan laut,” sebutnya.

Battleship terakhir kali terlibat pertempuran pada 1991, saat kapal kelas Iowa digunakan untuk bombardemen darat dalam Perang Teluk.

Biaya dan Strategi

Clark mencatat bahwa klasifikasi tidak terlalu penting dibandingkan dengan senjata yang dibawa kapal. Menurut Angkatan Laut AS, kapal tersebut akan dipersenjai meriam konvensional, rudal, rail gun elektronik, senjata laser, hingga kemampuan membawa rudal hipersonik dan nuklir.

Dengan konfigurasi tersebut, para analis menilai kapal ini pada dasarnya akan berfungsi layaknya destroyer raksasa.

Akan tetapi, Cancian dari CSIS membantah bahwa desain seperti itu bertentangan dengan model operasi terdistribusi Angkatan Laut, yang berusaha mengurangi kerentanan dengan menyebarkan daya tembak di banyak aset.

“Proposal ini akan mengarah ke arah lain, membangun sejumlah kecil aset yang besar, mahal, dan berpotensi rentan,” tulisnya.

Bahkan jika kapal perang kelas Trump terbukti layak secara teknis, para analis mengatakan bahwa biaya akan menjadi hambatan yang menentukan. Clark memperkirakan harga satu unit “Trump-class” bisa mencapai US$8 miliar, hampir tiga kali lipat harga destroyer Arleigh Burke yang saat ini sekitar US$2,7 miliar per unit.

Sebagai perbandingan, kapal perusak Zumwalt-class yang berukuran 15.000 ton saja dipangkas dari rencana 32 unit menjadi hanya tiga kapal akibat lonjakan biaya. Sementara proyek frigate Constellation-class bahkan dibatalkan karena masalah desain dan tenaga kerja.

Loo menyebut keputusan itu sebagai kesalahan strategis. “Paling tidak, sejauh yang saya ketahui, ini adalah keangkuhan strategis,” tutupnya.

Advertisement
Mureks