Internasional

Menteri Imigrasi: Riza Chalid Masih Terdeteksi di Malaysia, Buronan Kasus Korupsi Pertamina 2018-2023

Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto memastikan keberadaan Muhammad Riza Chalid, buronan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023, masih terdeteksi di Malaysia. Pernyataan ini sekaligus menepis dugaan sebelumnya yang menyebut Riza Chalid berada di Singapura.

“Kelihatannya masih (di Malaysia) ya,” kata Agus Andrianto saat menjawab pertanyaan mengenai lokasi Riza Chalid dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2025 Kemenimipas pada Senin (29/12/2025).

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi telah mengungkapkan data perlintasan terakhir Riza Chalid. Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi Yuldi Yusman menyebut Riza Chalid meninggalkan Indonesia menuju Malaysia pada awal Februari 2025.

“Berdasarkan data perlintasan orang yang keluar masuk wilayah Indonesia di dalam kesisteman aplikasi APK V4.0.4 kami bahwa Mohamad Riza Chalid keluar meninggalkan wilayah Indonesia pada tanggal 06-02-2025 menuju Malaysia,” ujar Yuldi, dikutip dari detikcom pada Jumat (18/7/2025).

Yuldi menambahkan, Ditjen Imigrasi RI telah berkoordinasi dengan perwakilan di Malaysia untuk menelusuri keberadaan Riza Chalid. “Kami sudah berkoordinasi dengan perwakilan Imigrasi kami yang berada di Malaysia dan perwakilan kami sudah berkoordinasi dengan jabatan Immigraseen Malaysia serta Polis Malaysia untuk mencari keberadaan Muhammad Riza Chalid,” tuturnya.

Riza Chalid Ditetapkan DPO Sejak Agustus 2025

Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Muhammad Riza Chalid sebagai tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk minyak pada 10 Juli 2025. Karena tidak kunjung memenuhi panggilan Kejagung, bahkan setelah dipanggil lebih dari tiga kali, Riza Chalid akhirnya ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 19 Agustus 2025.

“Sudah (DPO) per 19 Agustus 2025,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Anang Supriatna kepada CNBC Indonesia, Jumat (22/8/2025).

Sebelumnya, Kejagung sempat menduga Riza Chalid berada di Singapura. Namun, pemerintah Singapura memastikan bahwa yang bersangkutan tidak berada di wilayah mereka. “Catatan imigrasi kami menunjukkan bahwa Muhammad Riza Chalid tidak berada di Singapura dan sudah lama tidak memasuki wilayah Singapura,” tulis Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Singapura melalui situs resminya pada 16 Juli 2025.

Pemerintah Singapura juga menyatakan kesediaannya untuk membantu Indonesia. “Jika diminta secara resmi, Singapura akan memberikan bantuan yang diperlukan kepada Indonesia, sesuai dengan hukum dan kewajiban internasional kami,” tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Anang Supriatna menyatakan penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus akan menyisir negara lain dan terbuka terhadap informasi keberadaan tersangka. “Yang jelas seandainya ada informasi keberadaan yang bisa menunjukkan kita tampung dan kami akan bekerja sama dengan Kemenlu,” katanya.

Peran Riza Chalid dalam Kasus Korupsi Pertamina

Muhammad Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Penetapan ini mengacu pada Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-49/F.2/Fd.2/07/2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-53/F.2/Fd.2/07/2025, keduanya tertanggal 10 Juli 2025.

Riza Chalid, sebagai pemilik PT Orbit Terminal Merak (OTM), diduga melakukan tindakan melawan hukum dengan menghilangkan skema kepemilikan aset dalam kontrak kerja sama dengan PT Pertamina (Persero).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung saat itu, Harli Siregar, menjelaskan duduk perkara kasus tersebut pada Jumat (28/2/2025). Hasil penyidikan Kejagung menemukan fakta hukum terkait pembayaran yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga (PPN) terhadap produk BBM RON 92 yang diimpor.

“Fakta hukum bahwa PPN melakukan pembayaran terhadap RON 92 Berdasarkan price list. Sementara barang yang masuk atau minyak yang masuk itu adalah RON 88 atau RON 90,” kata Harli.

Selain itu, Kejagung juga menyoroti peran PT Orbit Terminal Merak (PT OTM) di Cilegon, yang dimiliki oleh Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR), sebagai depo atau storage penampung minyak impor. Menurut Harli, PT OTM seharusnya tidak memiliki kapasitas untuk melakukan proses blending karena hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan.

“Bisa kami sampaikan bahwa PT OTM adalah pihak yang tidak berkapasitas untuk melakukan proses blending karena itu adalah hanya tempat penyimpanan bahwa apakah nanti ada seperti blending dari RON ke RON nah itu akan terus didalami,” ujarnya.

Kejagung menilai bahwa fungsi pengolahan seharusnya berada di kilang, bukan di depo atau storage, sehingga proses blending minyak mentah untuk menjadi produk BBM seharusnya berada di ranah PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Hingga saat ini, setidaknya 18 tersangka telah ditetapkan dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk minyak ini.

Mureks