Nasional

Menimbang Relevansi Tradisi Mazhab di Tengah Arus Informasi Digital yang Kian Deras

Perkembangan teknologi digital telah mengubah lanskap pencarian pengetahuan dan pemahaman ajaran agama. Media sosial, mesin pencari, hingga kecerdasan buatan kini menjadi rujukan utama umat Islam dalam mencari jawaban keagamaan. Di tengah arus informasi yang deras ini, relevansi tradisi mazhab fikih kerap dipertanyakan.

Mazhab seringkali dianggap terlalu rumit, lambat, bahkan ketinggalan zaman jika dibandingkan dengan jawaban instan yang mudah diakses di ruang digital. Pandangan ini memicu perdebatan mengenai posisi tradisi intelektual Islam dalam menghadapi tantangan modern.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Mazhab: Tradisi Intelektual yang Sistematis

Namun, pandangan yang meragukan relevansi mazhab perlu dikaji lebih jernih. Mazhab fikih pada hakikatnya bukanlah sekadar kumpulan pendapat hukum. Ia merupakan sebuah tradisi intelektual Islam yang dibangun melalui proses ijtihad panjang, sistematis, dan penuh tanggung jawab.

Para imam mazhab tidak hanya merumuskan hukum, melainkan juga meletakkan fondasi metodologi berpikir. Metodologi inilah yang memungkinkan hukum Islam untuk terus hidup dan relevan dalam berbagai situasi serta tantangan zaman.

Ancaman “Fikih Instan” di Era Digital

Tantangan terbesar di era digital adalah kemunculan otoritas keagamaan yang seringkali tanpa didukung otoritas keilmuan yang memadai. Siapa pun kini dapat menyampaikan fatwa atau pandangan keagamaan melalui potongan video atau unggahan singkat, kerap kali tanpa disertai penjelasan metodologis yang jelas.

Ayat dan hadis sering dikutip secara parsial, dilepaskan dari konteks aslinya, kemudian disimpulkan secara simplistis. Fenomena ini melahirkan apa yang disebut sebagai “fikih instan”: cepat, mudah dibagikan, namun rapuh secara ilmiah dan berpotensi menyesatkan.

Fleksibilitas Mazhab dalam Merespons Zaman

Dalam konteks inilah, tradisi mazhab menjadi sangat krusial. Mazhab mengajarkan bahwa hukum Islam tidak semata-mata lahir dari teks, melainkan dari dialog dinamis antara teks suci, akal, dan realitas sosial yang berkembang.

Sebagai contoh, Mazhab Hanafi dikenal adaptif terhadap rasionalitas dan kebiasaan masyarakat atau urf. Mazhab Maliki memberikan ruang besar bagi pertimbangan kemaslahatan publik. Sementara itu, Mazhab Syafi’i menekankan ketelitian metodologi, dan Mazhab Hanbali menjaga kedekatan kuat dengan dalil-dalil syariat.

Keragaman pendekatan ini justru menunjukkan fleksibilitas hukum Islam dalam merespons berbagai perubahan zaman dan konteks sosial.

Ironisnya, tudingan bahwa mazhab bersifat kaku justru sering muncul di era yang menuntut kehati-hatian etis yang tinggi. Persoalan-persoalan digital kontemporer, seperti transaksi daring, ekonomi platform, kecerdasan buatan, hingga etika media sosial, tidak cukup dijawab dengan logika hitam-putih yang simplistis.

Diperlukan pendekatan hukum yang komprehensif, mempertimbangkan dampak sosial, keadilan, dan kemaslahatan. Nilai-nilai inilah yang sejak lama menjadi inti dan fondasi tradisi mazhab.

Mentransformasi Mazhab untuk Generasi Digital

Oleh karena itu, tantangan terbesar saat ini bukanlah memilih antara tradisi mazhab atau modernitas. Melainkan, bagaimana mentransformasikan tradisi mazhab ke dalam bahasa yang relevan dengan zaman digital.

Mazhab perlu diperkenalkan sebagai sebuah metode berpikir yang mendalam, bukan sekadar daftar panjang tentang halal dan haram. Generasi digital perlu diajak untuk memahami alasan filosofis dan metodologis di balik sebuah hukum, bukan hanya terpaku pada hasil akhirnya.

Dengan demikian, tradisi mazhab tidak seharusnya ditinggalkan di tengah derasnya arus digitalisasi. Justru di era banjir informasi seperti sekarang, mazhab berfungsi sebagai kompas intelektual yang esensial agar umat Islam tidak kehilangan arah dalam memahami ajaran agamanya.

Menjaga tradisi mazhab sambil secara aktif merespons tantangan zaman digital bukanlah bentuk kemunduran. Sebaliknya, ini adalah sebuah ikhtiar progresif untuk memastikan bahwa ajaran Islam tetap relevan, bijak, dan berkeadaban di setiap masa.

Mureks