Rabu, 31 Desember 2025
Metode sorogan dikenal sebagai salah satu strategi pembelajaran utama dalam pendidikan keagamaan di pesantren. Pendekatan ini menekankan interaksi tatap muka antara guru dan murid secara individual, menjadikannya efektif dalam memperdalam pemahaman agama, termasuk kitab kuning dan Al-Quran.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Mengenal Lebih Dekat Metode Sorogan
Dalam tradisi pesantren, sorogan merupakan cara pembelajaran klasik yang masih dipertahankan hingga kini. Banyak santri merasakan manfaat pendekatan personal ini untuk memahami materi agama secara mendalam.
Menurut penelitian Iys Nur Handayani berjudul Metode Sorogan dalam Meningkatkan Kemampuan Membaca Al Quran (Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, Vol. 3, No. 2, th. 2018), metode ini terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran pada anak.
Secara definisi, metode sorogan adalah proses belajar di mana santri membaca atau mempresentasikan materi langsung di hadapan guru. Guru akan langsung membenarkan, meluruskan, serta memberikan penjelasan terhadap bacaan murid. Pendekatan ini memungkinkan pembelajaran berjalan lebih personal sesuai kebutuhan setiap santri.
Tujuan utama sorogan adalah membentuk kemandirian dan ketelitian dalam memahami teks agama. Ciri khasnya adalah proses belajar yang bersifat satu per satu, sehingga guru dapat memantau perkembangan dan kendala murid secara spesifik. Praktiknya mengajarkan disiplin dan kesungguhan dalam mempelajari kitab kuning maupun Al-Quran.
Perbedaan Sorogan dan Wetonan dalam Pembelajaran Pesantren
Banyak pesantren di Indonesia menerapkan metode sorogan dan wetonan secara bersamaan. Meskipun keduanya digunakan dalam pembelajaran agama, masing-masing memiliki pendekatan dan tujuan yang berbeda.
Metode wetonan adalah proses belajar kelompok, di mana seorang guru membacakan kitab atau materi pelajaran di hadapan banyak santri. Santri mendengarkan, mencatat, dan bertanya jika ada hal yang belum dipahami. Metode ini lebih berfokus pada penyampaian materi secara massal.
Jika dibandingkan, sorogan unggul dalam membangun pemahaman mendalam dan memperbaiki bacaan secara spesifik, namun memerlukan waktu lebih banyak karena dilakukan satu per satu. Sebaliknya, wetonan lebih efisien untuk kelompok besar, tetapi pengawasan terhadap pemahaman dan bacaan setiap individu menjadi lebih terbatas.
Penerapan Sorogan pada Kitab Kuning dan Dampaknya pada Kemampuan Membaca Al-Quran
Kitab kuning merupakan bagian integral dari pembelajaran Islam di pesantren. Penggunaan metode sorogan dalam mempelajarinya telah menjadi tradisi turun-temurun yang relevan hingga kini.
Dalam prosesnya, santri membawa kitab kuning yang akan dipelajari langsung kepada guru. Bacaan santri akan dikoreksi, dijelaskan, dan diperdalam maknanya. Guru juga membimbing dalam memahami makna kata, struktur kalimat Arab, hingga kandungan hukum agama dari kitab tersebut.
Penerapan metode sorogan juga mampu membangun kepercayaan diri dan ketelitian dalam membaca Al-Quran. Bimbingan personal memastikan setiap kesalahan dapat langsung diperbaiki, sehingga pemahaman ayat-ayat suci semakin kuat.
Penelitian Iys Nur Handayani kembali menegaskan bahwa metode ini dapat meningkatkan kemampuan membaca Al-Quran anak secara signifikan. Hal ini disebabkan adanya interaksi langsung antara guru dan murid, serta koreksi yang bersifat real-time.
Kesimpulan
Metode sorogan memegang peran krusial dalam tradisi pendidikan Islam, khususnya di pesantren. Dengan pendekatan individualnya, metode ini efektif meningkatkan pemahaman kitab kuning dan kemampuan membaca Al-Quran. Perbedaan mendasar dengan metode wetonan terletak pada cara penyampaian dan intensitas pengawasan terhadap murid.
Manfaat jangka panjang dari penerapan sorogan, terutama dalam membangun kemandirian dan ketelitian belajar, menjadikannya pilihan utama dalam mendidik generasi penerus yang memahami agama dengan baik.






