Bupati Tapanuli Tengah, Masinton Pasaribu, mengungkapkan bahwa empat desa dan dua dusun di wilayahnya masih terisolasi pasca-bencana banjir dan longsor yang melanda Sumatera Utara pada akhir November 2025 lalu. Kondisi ini menyebabkan akses menuju lokasi tersebut sangat sulit.
“Desa terisolir ada empat, kemudian ada dua dusun terisolir juga, jadi sedang kita upayakan nanti titik mana yang harus kita buka, mana yang harus relokasi, karena medannya juga sulit,” ujar Masinton.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Ia merinci, desa-desa yang terisolasi berada di Kecamatan Tukka, yakni dua desa, serta dua dusun di Kecamatan Sitahuis. Selain itu, ada pula desa terisolasi di Kecamatan Lumut dan Sibabangun.
Pertimbangan Relokasi dan Alih Fungsi Lahan Ilegal
Masinton menambahkan, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah sedang mempertimbangkan opsi relokasi bagi warga di desa-desa yang terisolasi tersebut. Keputusan ini akan diambil setelah masa tanggap darurat berakhir dan memasuki fase transisi.
“Nah jadi beberapa desa yang nanti sedang kita pertimbangkan, ketika berakhir masa tanggap darurat pada fase transisi, kita akan tentukan nanti mana yang desa yang bisa kita relokasi di antara itu, karena memang medannya juga curam, dalam kondisi normal aja akses ke desa tersebut juga sangat sulit,” jelasnya.
Selain masalah isolasi, Masinton juga menyoroti dua desa yang menjadi perhatian serius Pemkab Tapanuli Tengah terkait praktik alih fungsi lahan perkebunan sawit ilegal. Praktik ini diduga menjadi salah satu pemicu parahnya dampak banjir dan longsor.
“Dan juga selama ini ada dua desa yang itu menjadi atensi kita, karena selama ini terjadi perubahan alih fungsi di desa tersebut, alih fungsi lahan,” ucap Masinton.
Ia menjelaskan bahwa banyak pohon kayu ditebang dan diganti dengan tanaman sawit di lereng-lereng perbukitan yang curam, padahal seharusnya tidak boleh. “Banyak itu kayu ditebangin, kemudian diganti jadi tanaman sawit, yang seharusnya tidak boleh ditanam sawit di lereng-lereng perbukitan yang curam tersebut. Itu contohnya di daerah Tukka itu, desa satu Sait Nihuta Kalangan II dan satu lagi itu Desa Saur Manggita kalau nggak salah,” tambahnya.
Menurut Masinton, kedua desa tersebut merupakan sumber utama gelondongan kayu yang terbawa arus banjir. “Nah ini yang menjadi atensi kami, apakah nanti itu direlokasi atau seperti apa, yang jelas di sana ada peralihan fungsi lahan. Maka kalau kita lihat di bawah gelondongan kayu itu sumber terbesar itu dari kedua desa tersebut,” pungkasnya.






