Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi sejumlah area krusial dalam manajemen sumber daya manusia (SDM) aparatur sipil negara (ASN) yang rentan terhadap praktik gratifikasi. Pemahaman mendalam mengenai titik-titik rawan ini dinilai penting untuk memperkuat integritas birokrasi.
Direktur Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, Arif Waluyo Widiarto, menyampaikan hal tersebut dalam seminar bertajuk “Peta Kerawanan Gratifikasi: Langkah Strategis Membangun SDM ASN yang Berintegritas” di Gedhong Pracimasana Kepatihan, Yogyakarta, pada Selasa (9/12/2025). Acara ini merupakan bagian dari rangkaian Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2025.
“Titik-titik rawan gratifikasi mulai dari rekrutmen, promosi jabatan, mutasi/rotasi pegawai, hingga pengelolaan kesejahteraan. KPK hadir untuk memperkuat sistem pencegahan,” ujar Arif.
Arif menjelaskan bahwa ketidakmerataan sistem merit dalam proses rekrutmen hingga promosi jabatan berpotensi menurunkan kinerja ASN dan berujung pada korupsi. Ia menekankan pentingnya membangun manajemen SDM yang bersih, transparan, dan akuntabel sebagai fondasi birokrasi yang profesional, beretika, dan efisien.
Plt. Direktur Penuntutan KPK, Joko Hermawan Sulistyo, menambahkan bahwa praktik jual beli jabatan dapat merusak sistem merit. Menurutnya, praktik ini, yang diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, bukan sekadar uang syukuran atau biaya jasa, melainkan bentuk suap atau gratifikasi yang mencabut hak ASN berintegritas.
“Jual beli jabatan merusak sistem merit, bukan uang syukuran atau biaya jasa, melainkan suap/gratifikasi yang mencabut hak ASN berintegritas dan merusak tata kelola birokrasi,” tegas Joko.
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kolaborasi antara KPK, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), perguruan tinggi, dan pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan penguatan integritas ASN.
Konsultan Pemetaan Kerawanan Gratifikasi KPK, Sari Wardhani, memaparkan bahwa ada delapan fokus area dalam manajemen ASN yang berpotensi menimbulkan praktik gratifikasi. Area tersebut meliputi proses rekrutmen, mutasi dan promosi, penilaian kinerja, pendidikan dan pelatihan (diklat), pengelolaan data pegawai, perencanaan pegawai, pengembangan karier, hingga penanganan disiplin.
“Integritas tidak bisa hanya mengandalkan individu, namun perlu peran pemimpin aktif, sistem transparan, dan SDM terlindungi. Tiga simpul ini harus bekerja serempak,” pungkas Sari.






