Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan hasil analisis Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sepanjang tahun 2025. Dari total 242 LHKPN yang diperiksa, sebanyak 60 di antaranya terindikasi adanya praktik korupsi.
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan bahwa pemeriksaan LHKPN ini berasal dari berbagai sumber. “Dari sisi pemeriksaan, LHKPN tahun 2025 berjumlah 242. Sumbernya antara lain 141 dari inisiatif, 56 dari penyelidikan, 1 dari penyidikan, 16 dari PLPM (aduan masyarakat, 10 dari gratifikasi, 1 dari internal dan 7 sisanya bersumber dari eksternal),” ujar Tanak pada Senin (22/12/2025).
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Tanak merinci lebih lanjut mengenai 60 LHKPN yang terindikasi korupsi tersebut. Laporan-laporan ini telah diserahkan ke Kedeputian Penindakan untuk ditindaklanjuti. “60 ke Kedeputian Penindakan karena ditemukan indikasi kasus korupsi, 11 ke Direktorat Gratifikasi karena terdapat temuan gratifikasi, serta 28 ke Direktorat PLPM/DNA,” jelasnya.
Tingkat Kepatuhan dan Pengelolaan Gratifikasi
Selain temuan indikasi korupsi, KPK juga mencatat tingkat kepatuhan pelaporan LHKPN yang cukup tinggi. Hingga 1 Desember 2025, angka kepatuhan mencapai 94,89 persen. Ini berarti ada 408.646 pelaporan dari total 415.007 wajib lapor.
Menurut Tanak, angka kepatuhan ini menunjukkan komitmen penyelenggara negara. “Angka ini menjadi penanda konsistensi komitmen penyelenggara negara dalam menjaga keterbukaan asal-usul harta kekayaan mereka,” sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Tanak juga memaparkan pengelolaan laporan gratifikasi. Hingga 4 Desember 2025, KPK telah mengelola 4.580 laporan gratifikasi. Dari jumlah tersebut, 1.270 laporan ditetapkan sebagai milik negara dengan total nilai lebih dari Rp 3,6 miliar.
Tidak hanya itu, terdapat pula 381 laporan gratifikasi yang sebagian ditetapkan sebagai milik negara. “Selain itu, sekitar 381 lainnya menjadi sebagian milk negara dengan nilai Rp 982 juta,” pungkas Johanis Tanak.






