Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Zarof Ricar, mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung (MA), pada Senin (15/12/2025). Pemanggilan ini terkait dengan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang menjerat mantan Sekretaris MA, Hasbi Hasan. Zarof Ricar sendiri merupakan terpidana kasus gratifikasi dan suap hakim, yang kerap disebut sebagai mafia perkara.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi pemanggilan tersebut. “Benar, hari ini KPK menjadwalkan pemanggilan pemeriksaan terhadap saudara ZR, mantan Kepala Balitbang Diklat Hukum dan Peradilan MA dalam kapasitas sebagai saksi, pada penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dan TPPU terkait pengurusan perkara di MA,” ujar Budi kepada wartawan.
Hingga berita ini diturunkan, Budi belum merinci lebih lanjut mengenai kaitan spesifik antara Zarof Ricar dengan kasus yang tengah disangkakan kepada Hasbi Hasan. KPK berjanji akan memberikan keterangan lebih lanjut setelah proses pemeriksaan selesai dilakukan.
Latar Belakang Kasus Hasbi Hasan dan Zarof Ricar
Sebelumnya, Hasbi Hasan telah divonis hukuman penjara selama 6 tahun dalam kasus suap pengurusan perkara di lingkungan MA. Vonis ini telah berkekuatan hukum tetap hingga tingkat kasasi. Selain terjerat kasus suap, Hasbi Hasan juga masih berstatus sebagai tersangka dalam kasus TPPU bersama seorang bernama Windy.
Sementara itu, Zarof Ricar awalnya dijatuhi hukuman 16 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia dinyatakan bersalah melakukan permufakatan jahat dan menerima gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti.
Zarof Ricar kemudian mengajukan banding atas putusan tersebut. Namun, pidana badan yang dijatuhkan di tingkat banding justru lebih berat, yakni diperberat dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. Hakim pada tingkat banding menilai perbuatan Zarof telah menimbulkan prasangka buruk di masyarakat bahwa hakim mudah disuap dan dapat diatur menggunakan uang.
Majelis hakim banding juga tidak sependapat dengan putusan pengadilan tingkat pertama terkait pengembalian uang senilai Rp 8,8 miliar oleh Zarof. Keterangan mengenai uang tersebut sebagai penghasilan yang sah hanya didasarkan pada keterangan satu orang saksi, tanpa mempertimbangkan penggunaannya. Selain itu, Zarof tidak dapat membuktikan sumber dana sebesar Rp 915 miliar dan kepemilikan emas logam mulia seberat 51 kg. Harta benda tersebut kemudian dirampas untuk negara.
Dalam putusan bandingnya, Zarof Ricar juga dihukum membayar denda sebesar Rp 1 miliar dengan subsider 6 bulan kurungan.






