JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyerahkan berkas jawaban tertulis terkait gugatan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Salah satu poin gugatan MAKI adalah permintaan agar hakim memerintahkan KPK memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution.
Sidang Praperadilan MAKI
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (15/12/2025), Hakim Tunggal Budi Setiawan menyatakan menerima jawaban dari KPK. “Menerima jawaban dari termohon, silakan,” ujar Hakim Budi Setiawan.
Pihak KPK kemudian menyerahkan berkas jawaban tersebut kepada hakim. Sidang dilanjutkan pada Selasa (16/12) dengan agenda pembuktian saksi. “Cukup ya? Sidang kita tunda besok, hari Selasa, tanggal 16 (Desember). Pembuktian saksi dan surat dari pemohon jam setengah 10,” jelas Hakim Budi Setiawan.
Alasan KPK Tak Panggil Bobby Nasution
Dalam berkas jawabannya, KPK menyatakan tidak memanggil Bobby Nasution karena majelis hakim tidak pernah secara eksplisit memerintahkan hal tersebut. Menurut KPK, tidak ada pengabaian terhadap perintah hakim.
“Bahwa sampai dengan tahapan persidangan pembacaan tuntutan, Majelis Hakim tidak pernah mengulangi, menegaskan kembali, ataupun mengeluarkan penetapan/perintah lanjutan yang secara eksplisit mewajibkan termohon untuk menghadirkan Muhammad Bobby Afif Nasution sebagai saksi sebagaimana didalilkan oleh pemohon, sehingga tidak ada dasar hukum ataupun kebutuhan pembuktian yang mengharuskan termohon memanggil atau menghadirkan Muhammad Bobby Afif Nasution dalam persidangan,” demikian bunyi dokumen yang diserahkan KPK.
Latar Belakang Gugatan MAKI
MAKI mengajukan praperadilan terkait dugaan penghentian penyidikan kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara. MAKI meminta hakim memerintahkan KPK untuk memanggil Bobby Nasution terkait kasus tersebut.
Permohonan praperadilan MAKI teregister dengan nomor perkara 157/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL. Sidang perdana digelar pada Jumat (5/12/2025).
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyatakan penyidikan kasus korupsi jalan di Sumut diduga dihentikan karena KPK tidak pernah memeriksa Bobby sebagai saksi di tahap penyidikan. MAKI juga menuding KPK mengabaikan perintah Hakim Pengadilan Tipikor Medan untuk memanggil Bobby sebagai saksi dalam persidangan terdakwa Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting.
“Sampai kapanpun kalau belum diperiksa ya kita gugat lagi,” ujar Boyamin.
Permohonan Lain MAKI
MAKI juga memohon agar hakim memerintahkan KPK menghadirkan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Muryanto Amin dalam persidangan kasus Topan Ginting. Selain itu, MAKI meminta hakim memerintahkan KPK membawa bukti uang senilai Rp 2,8 miliar untuk dimohonkan penyitaan sebagai penebusan kesalahan karena tidak dicantumkannya dalam surat dakwaan Topan Ginting.
“Muryanto Amin yang dipanggil dua kali tidak hadir juga tidak dipanggil paksa. Terus surat dakwaan menghilangkan duit Rp 2,8 miliar yang hasil OTT (operasi tangkap tangan). Terus ada beberapa yang isu teman-teman yang ke Dewan Pengawas itu kan ada penghalangan atau penghambatan oleh Satgas, Kepala Satgas untuk menggeledah, menyita dan sebagainya,” ujar Boyamin.
“Jadi ini kan masuk kategori seperti KUHAP tadi, penelantaran perkara itu adalah dengan cara menelantarkan atau menghentikan secara tidak sah,” tambahnya.
Tersangka dalam Kasus Korupsi Jalan Sumut
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka:
- Topan Ginting (TOP), Kadis PUPR Provinsi Sumut
- Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut
- Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Sumut
- M Akhirun Pilang (KIR), Dirut PT DNG
- M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN
Akhirun telah divonis 2,5 tahun penjara dan Rayhan divonis 2 tahun penjara karena terbukti menerima suap. Sementara itu, tiga tersangka lainnya masih dalam proses persidangan.






