Jakarta – Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyatakan kesiapannya untuk kembali membahas dan merampungkan revisi Undang-Undang (UU) tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Mayoritas fraksi di parlemen disebut telah memberikan dukungan terhadap rancangan undang-undang (RUU) yang sempat tertunda pembahasannya.
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi, menjelaskan bahwa pada periode 2014-2019, RUU Migas telah selesai dibahas di tingkat DPR dan kemudian diserahkan kepada pemerintah. Meskipun Surat Presiden (Surpres) terkait RUU Migas telah terbit pada Januari 2019 dan dikirimkan ke kementerian terkait, pemerintah pada saat itu tidak menyertakan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai lampiran Surpres tersebut. RUU Migas juga sempat masuk dalam agenda pembahasan pada periode 2019-2024. Rancangan beleid ini telah melalui proses sinkronisasi dan harmonisasi di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sebelum akhirnya diserahkan kepada Komisi VII DPR. Namun, pembahasan lebih lanjut tidak dilanjutkan ke Badan Musyawarah (Bamus) untuk diparipurnakan, sehingga RUU Migas masih berstatus rancangan.
“Kami bersiap memulai kembali pembahasan revisi UU Migas untuk segera dirampungkan,” ujar Bambang Haryadi kepada wartawan, Jumat (12/12/2025).
Bambang Haryadi memaparkan bahwa proses pembahasan ulang RUU Migas ini merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 36 Tahun 2012. Putusan MK tersebut menyatakan bahwa Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu, revisi UU Migas dikategorikan sebagai kumulatif terbuka, yang memungkinkan DPR untuk mengajukan kembali pembahasannya kapan saja.
Lebih lanjut, Bambang menekankan pentingnya kehadiran negara dalam mengawasi dan mengontrol sektor migas demi mewujudkan ekonomi yang berdaulat serta menjaga stabilitas pasar. Ia juga mengaitkan urgensi revisi ini dengan target lifting minyak bumi Indonesia.
Menurut Sekretaris Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) DPR RI ini, RUU Migas yang baru diharapkan dapat memperkuat posisi tawar negara dalam mengontrol produksi minyak. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bahwa sumber daya alam dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Kami ingin memperkuat kontrol pemerintah karena setelah sekian puluh tahun pasca putusan MK, lifting minyak tidak pernah sesuai target akibat minimnya kontrol pemerintah,” tegas Bambang. Ia menambahkan, “Salah satu upayanya dengan revisi UU Migas untuk memperkuat kontrol pemerintah. Dan RUU Migas sudah sesuai UUD 1945 Pasal 33.”






