Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Dony Maryadi Oekon, menilai revisi Undang-Undang (UU) tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) sangat mendesak untuk segera dibahas dan disahkan. Menurutnya, RUU ini krusial untuk memperbaiki tata kelola sektor migas secara menyeluruh, dari hulu hingga hilir.
Kepastian Kelembagaan dan Iklim Investasi
“RUU Migas mendesak untuk segera dibahas guna memberikan kepastian kelembagaan pengelola hulu migas pascaputusan Mahkamah Konstitusi sejak 2012, memperbaiki skema kontrak dan iklim investasi agar mampu menghentikan penurunan produksi serta menegaskan kembali peran negara dalam penguasaan dan pengendalian sumber daya migas sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945,” ujar Dony kepada wartawan, Jumat (12/12/2025).
Menjamin Ketersediaan Energi dan Peran Daerah
Lebih lanjut, Dony menjelaskan bahwa RUU Migas juga diperlukan untuk menata integrasi antara sektor hulu dan hilir. Tujuannya adalah untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan energi bagi masyarakat. Selain itu, rancangan beleid ini diharapkan dapat menyediakan dasar hukum yang kuat bagi kebijakan subsidi dan kompensasi migas agar lebih tepat sasaran dan transparan.
“Selain itu, pengaturan peran daerah dan manfaat ekonomi lokal, termasuk dana bagi hasil dan participating interest 10 persen, perlu diperjelas untuk mengurangi konflik pusat-daerah,” imbuhnya. Dony menambahkan, revisi ini juga akan memperkuat transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan, sehingga DPR dapat menjalankan fungsi pengawasannya secara efektif dan berbasis data.
Sejarah Pembahasan RUU Migas di DPR
Komisi XII DPR RI sendiri telah menyatakan kesiapannya untuk memulai kembali pembahasan revisi UU Migas. Mayoritas fraksi di parlemen dilaporkan mendukung rancangan undang-undang ini, yang sebelumnya sempat tertunda.
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi, merinci riwayat pembahasan RUU Migas. Pada periode 2014-2019, RUU Migas telah selesai dibahas di tingkat DPR dan kemudian diserahkan kepada pemerintah. Namun, pada Januari 2019, surat presiden (surpres) terkait RUU Migas yang diterbitkan untuk kementerian terkait disebut tidak menyertakan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai lampiran.
Pembahasan RUU Migas juga sempat bergulir pada periode 2019-2024. Rancangan beleid ini telah melalui proses sinkronisasi dan harmonisasi di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan diserahkan kepada Komisi VII DPR. Sayangnya, RUU Migas belum dapat dilanjutkan ke tingkat Badan Musyawarah (Bamus) untuk diparipurnakan pada masa itu.
“Kami bersiap memulai kembali pembahasan revisi UU Migas untuk segera dirampungkan,” tegas Bambang, Jumat (12/12).






