Nuruddin Ar-Raniri, seorang ulama besar yang mewarnai sejarah Islam di Nusantara, khususnya di Aceh, dikenal luas karena produktivitasnya dalam menulis dan perannya sentral dalam dakwah Islam. Ia berasal dari keluarga terpelajar dan menempuh perjalanan intelektual yang panjang sebelum akhirnya berlabuh di Serambi Mekkah.
Kiprah Ar-Raniri tidak hanya sebatas penyebar agama, melainkan juga seorang pemikir yang berani mengambil sikap tegas terhadap ajaran yang dianggap menyimpang. Salah satu bab penting dalam hidupnya adalah penentangan kerasnya terhadap paham wahdatul wujud yang dibawa oleh Hamzah Fansuri.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Profil Nuruddin bin Ali Ar-Raniri
Nuruddin Ar-Raniri dikenal sebagai ulama yang sangat berpengaruh pada masanya. Kehadirannya di Aceh membawa perubahan besar dalam tradisi keilmuan dan dakwah Islam di kerajaan tersebut, sebagaimana diungkapkan dalam artikel Pemikiran dan Gerakan Dakwah Syeikh Nuruddin Ar-Raniry (Jurnal Ilmiah Syi’ar, Vol. 18 No.1 Tahun 2018) oleh Musyaffa.
Ia lahir dari keluarga yang sangat menaruh perhatian pada pendidikan agama, membentuk pandangan keagamaannya yang tegas sejak muda. Lingkungan keilmuan yang kuat ini menjadi fondasi bagi perjalanan intelektualnya.
Perjalanan Ar-Raniri ke Aceh didorong oleh keinginannya mencari pusat-pusat keilmuan Islam di Asia Tenggara. Setibanya di Aceh, reputasinya sebagai cendekiawan segera menarik perhatian istana. Ia kemudian diangkat sebagai ulama kerajaan dan dipercaya menjadi penasihat spiritual Sultan Iskandar Tsani.
Keberadaan Nuruddin Ar-Raniri di lingkungan kerajaan memperkuat posisi ulama dalam pemerintahan. Ia aktif memberikan fatwa serta membimbing masyarakat melalui dakwah dan pengajaran. Perannya berdampak besar dalam menata kembali kehidupan keagamaan di Aceh pada masa itu.
Karya Tulis dan Pengaruh Intelektual Ar-Raniri
Selain dikenal sebagai ulama, Nuruddin Ar-Raniri juga tercatat sebagai penulis yang sangat produktif. Ia menghasilkan banyak karya penting yang hingga kini masih sering dijadikan rujukan dalam studi Islam di Nusantara. Jurnal-jurnal di Neliti menyebutkan bahwa karya-karya Ar-Raniri memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan pemikiran Islam lokal.
Karya-karya Ar-Raniri banyak membahas soal akidah, tasawuf, hukum Islam, hingga sejarah. Ia menaruh perhatian besar pada pentingnya pemurnian ajaran dan penolakan terhadap praktik-praktik yang dianggap menyimpang. Selain itu, ia juga menulis tentang etika, kepemimpinan, dan peran ulama dalam masyarakat.
Tulisan-tulisannya menjadi rujukan utama bagi para ulama dan pelajar di wilayah Melayu. Gagasan Ar-Raniri turut membentuk pemahaman masyarakat tentang ajaran Islam yang moderat namun tegas dalam prinsip. Pemikirannya mendorong lahirnya tradisi intelektual Islam yang lebih sistematis di Aceh.
Penentangan Terhadap Ajaran Hamzah Fansuri
Salah satu bab penting dalam kehidupan Ar-Raniri adalah penolakannya terhadap ajaran tasawuf Hamzah Fansuri. Ia menganggap terdapat perbedaan mendasar yang perlu diluruskan demi menjaga kemurnian ajaran Islam di wilayah Aceh.
Hamzah Fansuri dikenal membawa paham wahdatul wujud yang menekankan kesatuan antara makhluk dan Tuhan. Pemikiran ini mendapat kritik keras dari Ar-Raniri, yang menilai perlu ada batas tegas antara manusia dan Sang Pencipta. Perbedaan ini memicu perdebatan dalam tradisi keilmuan di Aceh.
Ar-Raniri menilai ajaran wahdatul wujud tidak sejalan dengan prinsip tauhid sebagaimana yang dijelaskan dalam Alquran. Ia menegaskan pentingnya menjaga kemurnian akidah dan menolak pemahaman yang berpotensi menimbulkan penyelewengan. Dalam karya Musyaffa, dijelaskan bahwa Ar-Raniri memandang ajaran Hamzah Fansuri bisa menyesatkan masyarakat.
Penentangan Ar-Raniri berujung pada upaya pembaruan ajaran dan pembersihan literatur yang dianggap menyimpang. Langkahnya ini menimbulkan pergeseran besar dalam praktik tasawuf dan pemikiran keislaman di Aceh. Namun, perdebatan tersebut juga membuka ruang dialog dan dinamika intelektual yang berkembang hingga kini.
Kesimpulan
Nuruddin Ar-Raniri memberikan kontribusi besar dalam sejarah Islam di Nusantara, khususnya melalui karya tulis dan peranannya sebagai ulama kerajaan. Ia tegas menjaga kemurnian ajaran sambil tetap mendorong pengembangan ilmu pengetahuan.
Pemikiran dan strategi dakwah Ar-Raniri tetap relevan dalam konteks Islam kontemporer. Nilai-nilai yang ia usung menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya dalam menjaga prinsip dan etika keagamaan.




