Di tengah hiruk pikuk perjalanan komuter sehari-hari, risiko pelecehan seksual di transportasi umum, khususnya kereta, menjadi ancaman nyata. Pengguna muda, atau Generasi Z, dilaporkan memiliki tingkat kesadaran yang cukup tinggi terhadap isu ini, namun pertanyaan besarnya adalah sejauh mana kesigapan itu mampu mencegah dan menangani kasus yang terjadi.
Perjalanan di dalam gerbong kereta yang padat berdesakan kerap dimanfaatkan oleh pelaku untuk melancarkan aksinya. Mulai dari tatapan yang tidak pantas, sentuhan yang disengaja, hingga momen-momen tidak nyaman lainnya yang mengubah pengalaman bepergian menjadi traumatis. Generasi muda kini dituntut untuk tidak hanya waspada, tetapi juga berani bersuara.
Menurut Aura, seorang pengguna KRL aktif, kondisi gerbong yang padat membuat pelaku lebih leluasa bergerak. Ia mengaku pernah mengamati perilaku mencurigakan, seperti cara berdiri yang terlalu dekat atau ekspresi gelisah. “Kalau lihat hal janggal, kita tuh biasanya langsung waspada. Kalau perlu, bantu korban. Gen Z paling nggak bisa diem kalau ngeliat yang toxic–toxic gitu,” ujarnya, menekankan kesigapan generasi muda dalam mengenali dan merespons situasi yang tidak beres.
Nusa menambahkan bahwa teknologi turut berperan dalam meningkatkan kesadaran Gen Z. Mereka cenderung mengambil langkah cepat seperti merekam kejadian sebagai bukti, melaporkan kepada petugas keamanan, atau bahkan memviralkan kasus tersebut di media sosial. “Kalau amit-amit ngeliat pelecehan, hal pertama yang Gen Z lakukan biasanya rekam, jadikan bukti, terus lapor security. Kadang juga diviralin biar pelakunya kena sanksi sosial,” jelasnya.
Kisah Pelecehan di Kereta Ekonomi
Pengalaman nyata datang dari Aisyah, seorang saksi yang menyaksikan langsung aksi pelecehan seksual di dalam kereta ekonomi saat jam sibuk. Seorang pria berpenampilan mencurigakan dengan hoodie, masker, dan topi mendekati seorang anak perempuan yang ditinggal ibunya sejenak. Pelaku kemudian melakukan tindakan cabul dengan mendekatkan tubuhnya dan menyentuh bagian tubuh anak tersebut, bahkan sempat membuka resleting celananya.
Menyadari tindakan tersebut merupakan pelecehan seksual, Aisyah langsung berteriak, “Pelecehan!”. Teriakan itu sontak menyadarkan penumpang lain. Pelaku sempat mencoba melarikan diri ke toilet, namun berhasil ditahan dan diamankan petugas di stasiun berikutnya. Aisyah turut menjadi saksi dalam kasus tersebut.
Peningkatan Keamanan yang Mendesak
Insiden tersebut kembali menegaskan bahwa pelecehan seksual di kereta adalah realitas yang perlu ditangani serius, bahkan di tengah keramaian. Berdasarkan masukan dari para narasumber, beberapa langkah peningkatan keamanan yang mendesak meliputi:
- Penambahan gerbong khusus wanita, terutama pada jam-jam sibuk.
- Peningkatan patroli dan kontrol oleh petugas di sepanjang gerbong.
- Pemanfaatan CCTV secara aktif untuk memantau kondisi di dalam gerbong.
- Pengurangan kepadatan penumpang (overcapacity) dan penambahan frekuensi perjalanan kereta.
Meskipun kesadaran Generasi Z terus meningkat, sistem keamanan yang kokoh tetap menjadi kunci utama. Pelecehan seksual dapat terjadi kapan saja, dan keberanian untuk bersuara serta melaporkan kejadian janggal sangatlah penting. Menjaga diri, menjaga teman, dan tidak ragu melapor adalah langkah kolektif untuk memastikan perjalanan kereta yang aman.






