Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), Agus Jabo Priyono, menyoroti fenomena serakahnomics yang menurutnya telah mengalihkan arah bangsa dari tujuan ideal bernegara yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Istilah ini merujuk pada menguatnya kembali dominasi kapitalisme dan liberalisme di Indonesia dengan ciri khas kerakusan ekonomi.
Agus menyampaikan pandangannya ini saat menjadi pembicara kunci dalam sebuah diskusi publik yang digelar oleh Koalisi Nasional Reforma Agraria di Jakarta. Ia menegaskan bahwa tujuan fundamental berbangsa dan bernegara Indonesia telah jelas tercantum dalam Preambule UUD 1945.
“Tujuan berbangsa kita sudah jelas tertulis dalam Preambule UUD 1945. Tetapi hari ini, yang terjadi justru kembalinya dominasi kapitalisme dengan watak kerakusan ekonomi atau serakahnomics,” ujar Agus dalam keterangan tertulis, Selasa (9/12/2025).
Menurut Agus, praktik serakahnomics telah melahirkan berbagai bentuk ketimpangan struktural. Mulai dari imperialisme baru, menguatnya oligarki, hingga praktik birokrasi yang sarat korupsi. Ia menambahkan bahwa penguasaan sumber daya alam dan anggaran negara menjadi sasaran utama dari praktik ekonomi tersebut.
“Akibatnya sangat nyata dirasakan masyarakat. Kemiskinan masih merajalela, dan lebih dari itu, terjadi kerusakan karakter kebangsaan,” kata Agus, yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri Sosial RI.
Agus menilai bahwa kerusakan karakter bangsa ini bukanlah isu baru. Ia menelusuri akar masalah ini sejak berakhirnya Perang Jawa pada tahun 1830, di mana bangsa Indonesia secara sistematis diarahkan untuk meninggalkan jati dirinya.
“Kita disetel untuk menjadi seperti orang Barat. Yang dibicarakan hanya soal hak individual, sementara norma kolektif dan semangat kebangsaan justru dilupakan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Agus menekankan urgensi untuk merebut kembali hak-hak rakyat dan menegakkan kembali tujuan bernegara yang selaras dengan amanat Preambule UUD 1945 serta Pasal 33 UUD 1945. Ia secara tegas menolak liberalisme ekonomi yang dinilai tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
“Pembangunan harus dibangun dari bawah. Negara wajib hadir untuk melindungi rakyat, bukan melayani kepentingan segelintir elit,” tegas Agus.
Lebih lanjut, ia menyerukan penguatan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, serta budaya bangsa. Peningkatan toleransi antarumat beragama juga menjadi sorotan Agus sebagai fondasi penting menuju masyarakat yang adil dan makmur.
“Inilah saatnya kita kembali pada jati diri bangsa Indonesia,” pungkasnya.






