Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budianto menyoroti predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) yang kerap disematkan pada sejumlah kementerian dan lembaga. Ia menilai, predikat tersebut seringkali hanya menjadi sekadar simbol tanpa makna mendalam.
Setyo meminta Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) untuk merumuskan kembali pemaknaan WBK agar tidak disalahartikan. “(Tulisan WBK) sering dipasang di beberapa tempat artinya sepenuhnya itu adalah sebuah simbol. Sama seperti tulisan dilarang merokok, di tempat itu kita tidak boleh merokok tapi di tempat lain boleh,” ujar Setyo saat memberikan sambutan dalam acara puncak Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2025 di Komplek Kepatihan Yogyakarta, Selasa (9/12/2025).
Ia menambahkan, predikat WBK jangan sampai menimbulkan konotasi bahwa korupsi hanya dilarang di area tersebut. “Jangan kemudian dikonotasikan di saat ada tulisan WBK di situ tidak boleh korupsi, di situ tidak boleh transaksional, harus kemudian ngomong sama partnernya, bro ini daerah wilayah bebas korupsi kita harus cari tempat di mana? Cari cafe, cari restoran-restoran wah rame ini banyak hotel, cari tempat mana? Ke kamar hotel bukan,” kritiknya.
Setyo berharap perilaku antikorupsi hadir dari kesadaran diri, bukan karena adanya tulisan atau simbol. Perilaku antikorupsi, menurutnya, seharusnya tertanam dalam diri setiap individu.
“Makanya kalau perlu dari Kementerian PANRB mungkin kita bisa merumuskan kembali istilah-istilah WBK itu wilayah bebas korupsi mungkin ya itu sebagai pengingat lah, symbol, tapi setidaknya itu masuk dalam sanubari dan kalbu kita untuk tidak lagi melakukan bukan karena ada tulisan tapi memang karena memang perilakunya sudah baik, sudah tidak ada lagi keinginan untuk melakukan hal-hal tersebut,” jelasnya.
Lebih lanjut, Setyo berharap predikat WBK tidak lagi diperlukan di masa mendatang. Ia menegaskan bahwa WBK sejatinya hanyalah sebuah simbol pengingat.
“Ya, sekali lagi simbol, tapi simbol yang tertulis, yang ada di beberapa tempat, ya, untuk menggugah dan mengingatkan. Ya, saya berharap bahwa simbol ini suatu saat nanti nggak perlu lagi, suatu saat, gitu,” pungkasnya.
Acara puncak Hakordia 2025 yang digelar KPK di Yogyakarta ini dihadiri sejumlah tokoh dan menteri, di antaranya Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, Menteri Agama Nasaruddin Umar, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifatul Choiri Fauzi, Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno.






