Jakarta – Kebakaran yang melanda gedung PT Terra Drone Indonesia di Jakarta Pusat pada Selasa (9/12/2025) lalu, yang menewaskan 22 orang, diduga kuat dipicu oleh kesalahan sistemik dalam manajemen penanganan baterai drone jenis lithium polymer (LiPo). Polisi mengungkap bahwa para karyawan tidak memiliki pemahaman memadai mengenai pengelolaan baterai yang mudah terbakar tersebut.
Manajemen Baterai yang Lalai
Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro menjelaskan, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa mayoritas karyawan tidak memahami cara mengelola baterai drone dengan benar. “Dari semua karyawan kami periksa, memang umumnya mereka tidak paham walaupun cuma penjelasan singkat, tapi tidak ada tertulis dan paham bagaimana mengelola barang, baterai tersebut, di ruangan itu bercampur dengan baterai rusak, ada baterai dan sebagainya, itu jadi satu semua,” ujar Susatyo dalam konferensi pers pada Jumat (12/12/2025).
Padahal, menurut Susatyo, aturan yang berlaku mengharuskan baterai LiPo disimpan secara terpisah karena sifatnya yang mudah terbakar. Kelalaian dalam hal ini dianggap sebagai kesalahan sistemik manajemen perusahaan.
Selain itu, Direktur Utama PT Terra Drone Indonesia, Michael Wisnu Wardhana, diduga mengetahui risiko tinggi baterai LiPo namun tidak mengambil tindakan pencegahan yang memadai. “Artinya, bahwa sebagai Direktur tahu persis tentang risiko daripada baterai LiPo ini mudah terbakar, namun tetap membiarkan kondisi tanpa SOP dan tanpa perlindungan,” tambah Susatyo.
Pelanggaran Keselamatan Gedung
Api diketahui bermula dari ruang inventaris di lantai 1, tempat penyimpanan baterai drone tipe LiPo. Baterai-baterai yang sudah rusak ditumpuk bersama baterai yang masih layak pakai. Percikan api yang diduga berasal dari baterai yang terjatuh kemudian menyambar baterai lain, memicu kebakaran hebat yang menjalar ke seluruh lantai gedung.
Polisi juga mengungkap sejumlah pelanggaran keselamatan di gedung tersebut, yang tidak memiliki proteksi kebakaran memadai dan jalur evakuasi yang jelas. “Tidak ada pintu darurat, tidak ada sensor asap, tidak ada sistem proteksi kebakaran, tidak ada jalur evakuasi, gedung memiliki IMB (izin mendirikan bangunan) dan SLF (sertifikat laik fungsi) untuk perkantoran namun digunakan juga sebagai tempat penyimpanan atau gudang,” papar Susatyo.
Lebih lanjut, ditemukan pelanggaran manajemen lain seperti tidak adanya pemisahan penyimpanan baterai rusak, bekas, dan sehat. Ruang penyimpanan yang sempit, tanpa ventilasi dan fireproofing, serta penempatan genset berpotensi panas di area yang sama, turut memperburuk situasi.
Saat ini, Michael Wisnu Wardhana telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Ia dijerat dengan Pasal 187 KUHP dan/atau Pasal 188 KUHP dan/atau Pasal 359 KUHP.






