Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) melalui Direktorat Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi memberikan penegasan penting terkait rencana pengembangan dan pemanfaatan Benteng Kuto Besak di Palembang, Sumatera Selatan. Kemenbud menekankan bahwa segala bentuk pengembangan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan mengacu pada prinsip-prinsip pelestarian cagar budaya.
Respons Rencana Perluasan RS A.K. Gani
Pernyataan ini muncul sebagai respons langsung terhadap perkembangan rencana perluasan fasilitas Rumah Sakit A.K. Gani yang berlokasi di dalam kawasan bersejarah benteng tersebut. Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Restu Gunawan, menegaskan bahwa setiap adaptasi atau pembangunan baru di kawasan cagar budaya wajib mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
“Pengembangan cagar budaya tidak bisa dilakukan tanpa kajian komprehensif dan izin pemanfaatan. Prinsip pelindungan harus menjadi acuan utama agar nilai historis dan struktur asli tetap terjaga,” ujar Restu Gunawan dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (12/12/2025).
Aturan Pelestarian Cagar Budaya
Undang-Undang Cagar Budaya secara spesifik mengatur bahwa pemanfaatan situs bersejarah harus mempertimbangkan fungsi ruang yang ada, keamanan struktur bangunan, serta kelestarian lanskap budaya di sekitarnya. Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya menyatakan bahwa adaptasi yang dilakukan oleh pemilik atau pengelola tetap memerlukan izin khusus dan harus didahului dengan penyusunan dokumen rencana adaptasi yang mencakup kajian teknis mendalam.
Restu Gunawan menambahkan bahwa konsep pelestarian tidak berarti menolak segala bentuk adaptasi, melainkan menekankan bahwa adaptasi harus dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi. “Benteng Kuto Besak bukan hanya bangunan tua, melainkan bagian identitas sejarah Palembang. Pengembangan dapat dilakukan, namun harus berbasis kajian, dilakukan secara transparan, dan mendapatkan persetujuan pelindungan sesuai aturan,” jelasnya.
Sejarah dan Dinamika Pemanfaatan Benteng
Benteng Kuto Besak, yang didirikan pada tahun 1797 dan secara resmi ditetapkan sebagai Cagar Budaya pada tahun 2004, memegang peranan penting dalam sejarah sebagai peninggalan Kesultanan Palembang. Oleh karena itu, setiap perubahan fungsi atau pembangunan baru di area ini harus secara cermat mempertimbangkan integritas struktur asli benteng, potensi temuan arkeologis, serta kelestarian lanskap kawasan secara keseluruhan.
Saat ini, kawasan Benteng Kuto Besak masih difungsikan sebagai area militer di bawah pengelolaan Kodam II/Sriwijaya. Namun, dinamika pemanfaatan ruang di dalam benteng terus berkembang. Pada tahun 2022, rencana perluasan Rumah Sakit A.K. Gani sempat menuai penolakan dari publik. Kekhawatiran utama adalah desain bangunan empat lantai yang dinilai berpotensi merusak pondasi benteng dan mengganggu potensi tinggalan arkeologis yang mungkin masih terkubur di bawah permukaan tanah. Penolakan tersebut menyebabkan rencana perluasan itu ditunda.
Kini, wacana pembangunan kembali muncul dalam bentuk penambahan area rumah sakit di sisi benteng. Situasi ini kembali menegaskan urgensi koordinasi lintas sektor dan keterlibatan para ahli pelestarian cagar budaya. Setiap upaya pembangunan harus secara teliti mengevaluasi risiko terhadap struktur benteng, nilai sejarah kawasan, serta keberlanjutan upaya pelindungan warisan budaya.
Kemenbud secara aktif mendorong pemerintah daerah, pengelola kawasan, para ahli cagar budaya, serta seluruh elemen masyarakat untuk berkolaborasi. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap rencana pembangunan di Benteng Kuto Besak dilaksanakan secara bertanggung jawab, transparan, dan selalu berpihak pada upaya pelindungan warisan budaya bangsa.






