Nasional

Kemenangan di PTUN Tak Otomatis Ubah Sertifikat Tanah: Birokrasi Kanwil BPN Jadi Sorotan

Kemenangan di meja hijau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) ternyata belum menjadi jaminan mutlak bagi penggugat dalam sengketa tanah. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa eksekusi putusan hakim, terutama terkait pembatalan atau perubahan Sertifikat Hak Milik (SHM), seringkali terbentur kompleksitas birokrasi di tingkat Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Fenomena ini disoroti oleh Dr. Basuki Kurniawan, akademisi dan pengajar Hukum Administrasi Negara. Menurutnya, putusan PTUN hanyalah pintu masuk, bukan garis finis, dalam upaya mengubah status kepemilikan tanah.

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Menjelang akhir tahun 2025, data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Surabaya mencatat dua kasus sengketa tanah menarik di wilayah Jember (No. 174/G/2025/PTUN.SBY) dan Lumajang (No. 170/G/2025/PTUN.SBY). Kedua kasus ini melibatkan objek sengketa pembatalan SHM yang diterbitkan oleh BPN, menunjukkan betapa vitalnya isu ini bagi masyarakat.

Mengapa Eksekusi Putusan Pertanahan Begitu Berliku?

Berdasarkan analisis Dr. Basuki Kurniawan terhadap prosedur administrasi pertanahan, setidaknya ada tiga alasan utama mengapa eksekusi pembatalan atau perubahan SHM seringkali memakan waktu dan proses yang panjang:

  • Labirin Kewenangan Berjenjang. Putusan PTUN yang membatalkan SHM adalah perintah kepada pejabat tata usaha negara. Namun, dalam urusan pertanahan, perubahan fisik sertifikat atau penerbitan SHM baru merupakan kewenangan administratif yang bersifat berjenjang. Sering kali, eksekusi ini tidak berada di tangan Kantor Pertanahan Kabupaten, melainkan menjadi kewenangan di tingkat Kantor Wilayah (Kanwil) ATR/BPN Provinsi. “Inilah yang membuat prosesnya tampak berbelit di mata warga,” ujar Basuki Kurniawan.
  • Prinsip Kehati-hatian (Duty of Care). BPN dituntut menerapkan prinsip kehati-hatian yang ekstra sebelum melakukan perubahan produk hukum. Administrasi tidak boleh hanya sekadar “ada”, tapi harus akuntabel. Kehati-hatian dalam proses ajudikasi hingga eksekusi adalah kunci agar produk hukum tersebut tidak kembali menjadi objek sengketa di masa depan.
  • Bukti Administratif adalah Kunci. Dalam sengketa pertanahan di PTUN, kemenangan tidak diraih hanya dengan narasi, melainkan dengan bukti administratif yang komprehensif. Tanpa bukti yang kuat, baik dari sisi prosedur maupun wewenang, produk administrasi yang cacat sekalipun akan sulit dibatalkan, apalagi dieksekusi hingga tuntas.

Bagi masyarakat maupun praktisi hukum, memenangkan perkara pertanahan membutuhkan ketajaman dalam melihat celah prosedur administrasi. Administrasi pertanahan yang tertib adalah benteng utama dalam melindungi hak milik warga negara. Tanpa pemahaman mendalam atas alur eksekusi, kemenangan di PTUN bisa menjadi kemenangan di atas kertas semata, tanpa perubahan nyata di lapangan.

Mureks