Nasional

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo: Penghentian Penyidikan Kasus Tambang Konawe Utara Sudah Tepat

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) untuk kasus dugaan korupsi pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Penghentian penyidikan ini mencakup periode tahun 2007 hingga 2014.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa SP3 kasus tersebut telah dikeluarkan sejak tahun 2024. “Benar [SP3 sejak 2024],” ujar Budi kepada wartawan pada Minggu (28/12).

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Budi menegaskan bahwa penerbitan SP3 tersebut sudah tepat. Ia menjelaskan bahwa penghentian penyidikan dilakukan karena adanya kendala dalam pemenuhan alat bukti dan perhitungan kerugian keuangan negara. “Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan, Pasal 2 dan Pasal 3 [UU Tipikor], yaitu terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara,” jelasnya.

Selain itu, faktor waktu juga menjadi pertimbangan penting dalam penghentian perkara ini. Budi menyebutkan bahwa tempus atau waktu kejadian perkara yang sudah sejak tahun 2009 turut memengaruhi keputusan tersebut. “Kemudian dengan tempus perkara yang sudah 2009, hal ini juga berkaitan dengan daluwarsa perkara, yakni terkait pasal suapnya,” imbuh Budi.

Lebih lanjut, Budi menyatakan bahwa pemberian SP3 bertujuan untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi pihak-pihak terkait. “Artinya, pemberian SP3 ini untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada para pihak terkait, karena setiap proses hukum harus sesuai dengan norma-norma hukum,” tuturnya.

Ia menambahkan, langkah ini sejalan dengan asas-asas pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Asas-asas tersebut meliputi kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Latar Belakang Kasus

Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka. Aswad diduga menerima uang sebesar Rp13 miliar sebagai imbalan atas penerbitan izin kepada delapan perusahaan.

Pada saat konferensi pers penetapan tersangka, Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, pernah mengungkapkan bahwa Aswad, ketika menjabat bupati, mencabut izin tambang nikel di Konawe Utara dari PT Antam, sebuah perusahaan milik negara. Izin pertambangan tersebut kemudian dialihkan kepada sejumlah perusahaan swasta.

“ASW menerima pengajuan permohonan tambang dari delapan perusahaan yang kemudian menerbitkan 30 SK penambangan eksplorasi. Dia diduga menerima uang dari masing-masing perusahaan,” kata Saut kala itu.

Kerugian negara yang terkait dengan kasus ini diduga mencapai Rp2,7 triliun. Kerugian tersebut diestimasi berasal dari penjualan nikel akibat pemberian izin kepada sejumlah perusahaan yang disinyalir dilakukan secara melawan hukum.

Mureks