Terdakwa kasus dugaan suap vonis lepas perkara minyak goreng dan perintangan penyidikan, Junaedi Saibih, secara pribadi mengajukan permohonan asesmen pemeriksaan oleh psikiater forensik. Permohonan ini disampaikan langsung kepada ketua majelis hakim di tengah jalannya sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi dari jaksa penuntut umum (JPU) ini menjadi momen Junaedi menyampaikan keinginannya. Ia menjelaskan bahwa pengajuan ini merupakan tindak lanjut dari permohonan serupa yang sebelumnya telah diajukan melalui tim kuasa hukumnya.
“Saya ingin mengajukan surat dari saya sendiri, berkaitan dengan pemeriksaan yang sudah diajukan sebelumnya oleh tim kuasa hukum saya. Saya membuat surat kepada ketua majelis sebagai bahan pertimbangan berkaitan dengan permohonan saya, untuk dilakukan asesmen oleh psikiater forensik. Jadi saya menuliskannya hari ini, saya memberikan kepada ketua majelis,” ujar Junaedi Saibih di hadapan hakim.
Hakim ketua kemudian menanyakan keterkaitan permohonan asesmen psikiater forensik tersebut dengan permohonan pembatasan yang diajukan sebelumnya. Junaedi mengonfirmasi bahwa permohonan tersebut memang berkaitan dengan asesmen psikiater forensik.
Latar Belakang Kasus Minyak Goreng
Junaedi Saibih merupakan salah satu terdakwa dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas perkara korupsi pengurusan izin ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan minyak goreng. Pengacara Marcella Santoso, yang juga menjadi terdakwa, didakwa memberikan suap senilai Rp 40 miliar.
Jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa suap tersebut diberikan Marcella secara bersama-sama dengan terdakwa lain, yaitu Ariyanto, Junaedi Saibih, dan M Syafei. Mereka bertindak selaku perwakilan dari korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Selain dakwaan penyuapan, Marcella, Ariyanto, dan M Syafei juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sementara itu, Junaedi Saibih bersama M Adhiya Muzzaki dan Tian Bahtiar selaku Direktur JakTV didakwa merintangi penyidikan tiga perkara berbeda.
Menurut jaksa, Junaedi dan kawan-kawan dituding membuat program serta konten yang bertujuan membentuk opini publik negatif terkait penanganan tiga perkara tersebut. Ketiga perkara itu meliputi kasus korupsi tata kelola komoditas timah, korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan RI, serta kasus korupsi pengurusan izin ekspor CPO.
Jaksa menambahkan bahwa Junaedi dan timnya menjalankan skema nonyuridis di luar persidangan untuk menciptakan persepsi negatif seolah-olah penanganan perkara tersebut dilakukan secara tidak benar.






