Jaksa penuntut umum mencecar saksi terkait pembayaran uang muka atau advance payment dalam kasus dugaan korupsi jual beli gas PT Perusahaan Gas Negara (PGN) yang merugikan negara senilai USD 15 juta. Pertanyaan ini diajukan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (11/12/2025).
Uang Muka untuk Mengatasi Kesulitan Finansial?
Jaksa menanyakan kepada saksi mahkota, Komisaris PT Inti Alasindo Energi, Iswan Ibrahim, mengenai tujuan di balik permintaan advance payment oleh PT Isargas kepada PGN.
“Saudara katakan bahwa tadi rencana advance payment itu yang diinginkan oleh Isargas itu tujuannya untuk apa sih? Kenapa Isargas harus minta uang muka atau advance payment kepada PGN?” tanya Jaksa.
Jaksa kemudian mendalami kemungkinan adanya kendala finansial yang dihadapi PT Isargas.
“Apakah Isargas sedang kesulitan dalam finansial, keuangan?” lanjut Jaksa.
“Iya benar,” jawab Iswan.
Mekanisme Pembayaran dan Profit
Iswan menjelaskan bahwa PGN langsung membayarkan pembelian gas, sementara PT Isargas atau PT Inti Alasindo Energi (IAE) hanya menerima bagian fee dan keuntungan.
“Kalau sekarang terjadi jual beli gas itu PGN yang langsung bayar, kita tahunya hanya fee dan keuntungan kita, jadi yang gas PGN langsung bayarkan. Makanya saat invoice kita harus sampaikan berapa tagihannya,” jelas Iswan.
Ketika ditanya mengenai pemotongan advance payment dari pembelian gas berikutnya, Iswan menegaskan bahwa pembayaran gas dilakukan ke pihak lain, sementara keuntungan diterima oleh PT IAE.
“Yang gasnya dibayar ke HCML, yang profitnya dibayar ke PT IAE,” tegas Iswan.
Konstruksi Perkara oleh KPK
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan bahwa pada tahun 2017, PT IAE atau PT IG mengalami kesulitan keuangan dan membutuhkan pendanaan. Iswan Ibrahim, yang saat itu menjabat Komisaris PT IAE, meminta Komisaris Utama dan Pemilik Saham Mayoritas PT IG/PT IAE, Arso Sadewo (AS), untuk melakukan pendekatan dengan PT PGN.
“Untuk memuluskan kerja sama jual-beli gas dengan opsi akuisisi menggunakan metode pembayaran advance payment sebesar USD 15 juta,” jelas Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.
Dalam perkara ini, mantan Direktur Komersial PT PGN Danny Praditya dan Iswan Ibrahim didakwa merugikan keuangan negara sebesar USD 15 juta atau sekitar Rp 249 miliar. Kerugian tersebut timbul akibat transaksi jual-beli gas antara PT PGN dan PT IAE pada periode 2017-2021.






