JAKARTA – Euforia investasi di sektor robot humanoid kini memicu kekhawatiran serius akan terbentuknya gelembung finansial atau bubble. Meskipun miliaran dolar telah digelontorkan ke bidang ini, sejumlah pakar dan pemodal ventura memperingatkan investor untuk tetap waspada terhadap realitas teknis dan potensi keuntungan yang masih jauh.
Robot bertenaga kecerdasan buatan (AI) memang semakin merambah berbagai aspek kehidupan, mulai dari pengantar barang hingga pendamping lansia. Namun, robot humanoid, dengan potensi menggantikan pekerjaan di berbagai bidang dari rumah tangga hingga pabrik, menjadi magnet utama bagi para investor.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Daiva Rakauskaite, manajer di Aneli Capital, perusahaan modal ventura asal Lithuania, melayangkan peringatan tegas. Menurutnya, lonjakan investasi ini menunjukkan tanda-tanda gelembung finansial. Ia menyoroti bahwa di balik video-video robot menari yang viral, masih banyak kendala teknis besar yang belum terselesaikan, dan startup di bidang ini masih sangat jauh dari menghasilkan keuntungan.
“Investor harus tetap disiplin dan mendukung perusahaan yang memiliki tujuan realistis berdasarkan ekonomi, bukan sekadar tren,” cetus Daiva Rakauskaite, seperti dikutip dari Futurism pada Minggu (21/12/2025). Ia menambahkan, “Sejak hari pertama, startup seharusnya membidik aliran pendapatan awal melalui lisensi dan kemitraan, serta memiliki model monetisasi yang jelas dalam waktu dekat. Filosofi utamakan pendapatan ini bisa diterapkan di bidang apa pun.”
Kekhawatiran serupa juga disuarakan oleh China’s National Development and Reform Commission, badan perencana ekonomi Tiongkok. Mereka memperingatkan adanya gelembung di sekitar robotika, di mana banyak startup menciptakan robot yang terlalu mirip, menyebabkan pemborosan dana yang seharusnya dialokasikan untuk riset krusial.
Skeptisisme ini diperkuat oleh Rodney Brooks, pelopor robotika dan penemu robot penyedot debu Roomba. Awal tahun ini, Brooks menyatakan bahwa investasi besar-besaran saat ini sia-sia. Menurutnya, robot humanoid belum cukup aman untuk melakukan tugas manusia karena masalah ketangkasan tangan dan cara berjalan, di samping berbagai masalah teknis lainnya.
“Kita akan melewati masa euforia yang besar, lalu kemudian masuk ke fase kekecewaan yang dalam,” ujar Brooks.
Meskipun demikian, tren robot humanoid seolah tak terbendung, terutama karena kemajuan AI yang memberikan potensi komersial yang sebelumnya tidak mungkin terjadi. Namun, laporan bulan Oktober dari firma analisis bisnis CB Insights menyebutkan bahwa sektor ini masih menghadapi tantangan mendasar pada inferensi, ketangkasan, keandalan, dan biaya. Hal ini membatasi penggunaan awal robot humanoid hanya pada lingkungan terstruktur seperti pabrik dan gudang, dengan jenis tugas yang terkendali dan dapat diprediksi.






